Sunday, January 24, 2016

Jurnal Andi Saryoko_Terbit di Journal Teknologi_ISSN 1978-1946 Vol X No.2 September 2014_Judul Strategi Pengambilan Keptusan Dalam Menggunakan Media Untuk Menjual Barang Dengan Integrasi Analytic Hierarchy Process (AHP)

Jurnal Andi Saryoko_Terbit di Journal Teknologi_ISSN 1978-1946 Vol X No.2 September 2014_Judul Strategi Pengambilan Keptusan Dalam Menggunakan Media Untuk Menjual Barang Dengan Integrasi Analytic Hierarchy Process (AHP)
========================================================================

Jurnal Teknologi Vol. 3 No.2 Juli 2014 : 54 -64 ISSN 2088-3315 54

STRATEGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENGGUNAKAN MEDIA UNTUK MENJUAL BARANG DENGAN INTEGRASI ANALYTIC HIERARCHY PROCESS(AHP)

Andi Saryoko
Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Bina Sarana Informatika
(AMIK BSI) Jakarta
Jl. H. Abdul Hamid Dewi Sartika, Jakarta Timur
andi.asy@bsi.ac.id

Abstrak
Dalam menjual sebuah produk baik itu barang ataupun jasa kita dapat menjual dengan berbagai macam cara. Apalagi dengan adanya perkembangan teknologi, yang mana memungkinkan kita menjual barang dengan mudah. Bisa dengan media sosial network, facebook, BBM, atau dengan sistem e-commerce. Meskipun banyak cara dalam menjual barang/jasa yang akan kita perjual belikan, namun kita belum mengetahui seberapa besar kecendrungan masyarakat dalam memilih cara mereka dalam membeli barang. Setiap cara mempunyai kelebihan/kemudahan dan kekurangan masing-masing. Berdasarkan hal ini, penulis melakukan penelitian tentang Pengambilan Keputusan dalam menjual barang dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process(AHP), yang diharapkan dapat digunakan sebagai alternatif strategis dalam memilih dalam menjual barang/jasa. Dalam studi ini, dibahas model keputusan dalam strategi pemilihan dalam menjual barang, yaitu AHP. Model dalam penelitian ini dianggap tepat untuk menentukan skala prioritas pengambilan keputusan berdasarkan prioritas tertimbang dalam menjual barang. Dari penyusunan hirarki kriteria diperoleh tiga kriteria utama dan 6 di 4 sub - kriteria yang digunakan untuk memilih menjual barang. Berdasarkan hasil penelitian, dari bobot kriteria dan sub kriteria berdasarkan didapat dengan e-commerce sebagai media dengan bobot nilai tertinggi dibandingkan dengan media facebook, BBM dan lain sebagainya .
Kata kunci : Media Untuk Menjual Barang, Analytical Hierarchy Process(AHP)

Abstract
In selling a good product that goods or services we can sell in various ways. Especially with the development of technology, which allows us to sell goods with ease. Can the social media network, facebook, fuel, or with e-commerce system. Although many ways of selling goods / services to be traded perjual us , but we do not yet know how big trend in society in the way they purchase goods . Each method has advantages / ease and disadvantages of each . Based on this, the authors conducted a study on decision making in selling goods using the Analytical Hierarchy Process ( AHP ) , which is expected to be used as a strategic alternative in choosing the selling of goods / services. In this study , discussed in the decision model selection strategy in selling goods, namely AHP. The model in this study was considered appropriate to give priority decisions based on weighted priorities in selling goods. Hierarchy of criteria derived from the preparation of three major criteria and 6 in 4 sub - criteria used to choose to sell goods . Based on the results of the research , from the weights of criteria and sub-criteria based obtained by e- commerce as a medium with the highest weight value compared with media facebook , fuel and so forth .
Keywords : Media To Sell Goods , Analytical Hierarchy Process ( AHP )

STRATEGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENGGUNAKAN MEDIA .........................
Andi Saryoko
Jurnal Teknologi Vol. 3 No.2 Juli 2014 : 54 -64 ISSN 2088-3315 55

1. PENDAHULUAN
Menjual sebuah produk baik itu barang ataupun jasa kita dapat menjual dengan berbagai macam cara. Apalagi dengan adanya perkembangan teknologi, yang mana memungkinkan kita menjual barang dengan mudah. Bisa dengan media sosial network, facebook, twtter, BBM, atau dengan sistem e-commerce. Meskipun banyak cara dalam menjual barang/jasa yang akan kita perjual belikan, namun kita belum mengetahui seberapa besar kecendrungan masyarakat dalam memilih cara mereka dalam membeli barang. Setiap cara mempunyai kelebihan/kemudahan dan kekurangan masing-masing. Penelitian ini berfokus pada keputusan pemilihan media dalam menjual produk berdasarkan kerangka permasalahan multi kriteria Metode Analytical Hierarchy Process(AHP) memberikan kerangka yang menyeluruh dalam mengevaluasi faktor finansial dan faktor non-finansial yang mempengaruhi keputusan pemilihan teknologi.
2. KERANGKA PEMIKIRAN
Penjualan adalah suatu transaksi pertukaran barang dan jasa dengan uang ataupun lainnya dengan melibatkan adanya pembeli dan penjual, sedangkan menurut Marwan(1986) Penjualan adalah suatu usaha yang terpadu untuk mengembangkan rencana-rencana strategis yang diarahkan pada usaha pemuasan kebutuhan dan keinginan pemebeli, guna mendapatkan penjualan yang menghasilkan laba. Penjualan merupakan sumber hidup suatu perusahaan, karena dari penjualan dapat diperoleh laba serta suatu usaha memikat konsumen yang diusahakan untuk mengetahui daya tarik mereka sehingga dapat mengetahui hasil produk yang dihasikan.Dari penjelasan tersebut dalam memindahkan atau mentransfer barang dan jasa diperlukan orang-orang yang bekerja dibidang penjualan seperti pelaksnaan dagang, agen, wakil pelayanan dan wakil pemasaran.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kegiatan penjualan menurut Swastha dan Irawan (1990) adalah sebagai berikut:
a. Kondisi dan Kemampuan Penjual.
Transaksi jual-beli atau pemindahan hak milik secara komersial atas barang dan jasa itu pada prinsipnya melibatkan dua pihak, yaitu penjual sebagai pihak pertama dan pembeli sebagai pihak kedua. Disini penjual harus dapat menyakinkan kepada pembelinya agar dapat berhasil mencapai sasaran penjualan yang diharapkan.untuk maksud tersebut penjual harus memahami beberapa masalah penting yang sangat berkaitan, yakni:
1). Jenis dan karakteristik barang yang di tawarkan.
2). Harga produk.
3). Syarat penjualan seperti: pembayaran, penghantaran, pelayanan sesudah penjualan, garansi dan sebagainya.
b. Kondisi Pasar.
Pasar, sebagai kelompok pembeli atau pihak yang menjadi sasaran dalam penjualan, dapat pula mempengaruhi kegiatan penjualannya. Adapun faktor-faktor kondisi pasar yang perlu di perhatikan adalah:
1). Jems pasarnya.
2). Kelompok pembeli atau segmen pasarnya.
3). Daya belinya.
4). Frekuensi pembelian.
5). Keinginan dan kebutuhan.
c. Modal.
Akan lebih sulit bagi penjualan barangnya apabila barang yang dijual tersebut belum dikenal oleh calon pembeli, atau apabila lokasi pembeli jauh dari tempat penjual. Dalam keadaan seperti ini, penjual harus memperkenalkan dulu membawa barangnya ketempat pembeli. Untuk melaksanakan maksud tersebut diperlukan adanya sarana serta usaha, seperti: alat transport, tempat peragaan baik didalam perusahaan maupun di luar perusahaan, usaha promosi, dan sebagainya. Semua ini hanya dapat dilakukan apabila penjualan memiliki sejumlah modal yang diperlukan untuk itu.
d. Kondisi Organisasi Perusahaan.
Pada perusahaan besar, biasanya masalah penjualan ini ditangani oleh bagian

STRATEGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENGGUNAKAN MEDIA .........................
Andi Saryoko
Jurnal Teknologi Vol. 3 No.2 Juli 2014 : 54 -64 ISSN 2088-3315 56
tersendiri (bagian penjualan) yang dipegang orang-orang tertentu/ahli di bidang penjualan.
e. Faktor lain.
Faktor-faktor lain, seperti: perdalam menjual barangan, peragaan, kampanye, pemberian hadiah, sering mempengaruhi penjualan. Namun untuk melaksanakannya, diperlukan sejumlah dana yang tidak sedikit. Bagi perusahaan yang bermodal kuat, kegiatan ini secara rutin dapat dilakukan. Sedangkan bagi perusahaan kecil yang mempunyai modal relatif kecil, kegiatan ini lebih jarang dilakukan.
Ada pengusaha yang berpegangan pada suatu prinsip bahwa “paling penting membuat barang yang baik”. Bilamana prinsip tersebut dilaksanakan, maka diharapkan pembeli akan kembali membeli lagi barang yang sama. Namun, sebelum pembelian dilakukan, sering pembeli harus dirangsang daya tariknya, misalnya dengan memberikan bungkus yang menarik atau dengan cara promosi lainnya.
Menurut Fitzgerald dalam Jogiyanto(2005) mendefinisikan bahwa “Sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegitan atau untuk menyelesaikan suatu sasaran tertentu”.
Fuzzy inference system adalah proses merumuskan pemetaan dari input yang diberikan ke ouput dengan menggunakan logika fuzzy. Pemetaan tersebut akan menjadi dasar dari keputusan yang akan dibuat. Proses fuzzy logic melibatkan fungsi keanggotaan, operator logika fuzzy, dan aturan jika-maka (if-then rule) (Goupeng, 2006). Dalam membangun sistem yang berbasis pada aturan fuzzy maka akan digunakan variabel linguistik. Variabel linguistik adalah suatu interval numerik dan mempunyai nilai-nilai linguistik, yang semantiknya didefinisikan oleh fungsi keanggotaannya.
Dalam Feridani (2008) Analytic Hierarchy Process (AHP) merupakan salah satu metode pengambilan keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang profesor matematika dari University of Pittsburgh, Amerika Serikat pada awal tahun 1970-an. Perkembangan Analytic Hierarchy Process berawal sebagai respons terhadap kebutuhan akan alokasi dan perencanaan sumber daya yang tidak mencukupi untuk militer.
Metode AHP atau Proses Analisis Hirarki merupakan salah satu pendekatan yang sesuai untuk membantu pengambilan keputusan terhadap beberapa alternatif keputusan yang melibatkan lebih dari satu kriteria. Dalam metode AHP, faktor- faktor logika, intuisi, pengalaman, pengetahuan, emosi, dan perasaan dicoba untuk dioptimasikan dalam suatu proses yang sistematis. AHP dapat memecahkan masalah. yang kompleks dimana aspek atau kriteria yang diambil cukup banyak Juga kompleksitas ini disebabkan oleh struktur masalah yang belum jelas.
Pada dasarnya langkah-langkah dalam metode AHP meliputi :
1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.
2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan subtujuan-subtujuan, kriteria, dan kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan kriteria yang paling bawah.
3. Membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat di atasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan judgement dari pengambil keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.
4. Melakukan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh judgement seluruhnya sebanyak [nx(n-1)/2] buah, dengan n adalah banyaknya elemen yang dibandingkan.
5. Menghitung eigenvalue dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten maka pengambilan data diulangi.

STRATEGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENGGUNAKAN MEDIA .........................
Andi Saryoko
Jurnal Teknologi Vol. 3 No.2 Juli 2014 : 54 -64 ISSN 2088-3315 57
6. Mengulangi langkah 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.
7. Menghitung vektor eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai vektor merupakan bobot setiap elemen. 8. Memeriksa konsistensi hirarki. Jika nilainya lebih dari 10 % maka penilaian data judgement harus diperbaiki.
3. METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini jenis Penelitian yang digunakan adalah dengan metode deskriptif analitik dengan menyajikan rangkuman hasil survey dan wawancara yang berupa kuesioner. Dengan metode ini akan digambarkan proses pengambilan keputusan dalam pemilihan media dalam menjual barang pada masyarakat Indonesia dengan memberikan bobot pada kriteria, subkriteria dan alternatif pada obyek
Kemudian hasil survey dan wawancara yang berupa kuesioner data yang selanjutnya diolah dengan menggunakan integrasi proses hierarki analitis (AHP) untuk mendapatkan hasil Keputusan media yang terbaik dalam menjual barang. Hasil keputusan yang diperoleh segera ditindaklanjuti berupa tindakan atau dapat pula dikaji ulang bila ternyata ditemukan data baru atau informasi baru yang mempengaruhi hasil untuk mengurangi ketidakpastian, sehingga akan diperoleh keputusan yang baru.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner melalui dua tahap. Pada tahap awal dilakukan kuesioner penentuan atribut untuk menentukan elemen-elemen yang signifikan pada masing-masing level pada level 1 penentu kriteria atau Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan dalam memilih media dalam menjual barang, level 2 untuk penentuan sub-kriteria, dan level 3 untuk penentuan alternatif strategis.
Pada tahap selanjutnya dibuat kuesioner perbandingan berpasangan diantara elemen pada masing-masing level. Untuk data kuesioner diolah dengan pendekatan proses hierarki analitis (AHP) dengan menggunakan manipulasi matrik dan sebagai analisa pembanding digunakan aplikasi Expert Choice 2000. dari hasil pengolahan dengan AHP didapatkan bobot terbaik untuk pengmabilan keputusan.
Diagram Hirarki dan Keputusan dengan Pendekatan AHP memeiliki beberapa level tingkatan dalam menentukan keputusan :
a. Tahap pertama atau sasaran utama adalah menentukan strategi pengambilan keputusan dalam memilih media dalam menjual barang menggunakan AHP . Level 1 atau kriteria merupakan indikator utama dalam menentukan keputusan, indikator utama dalam diagram hirarki adalah faktor internal, faktor eksternal dan kepercayaan customer.
b. level 2 atau subkriretia merupakan penjabaran secara perinci dari level 1 sehingga didapat untuk faktor internal adalah visi misi, produk, biaya. Untuk Faktor eksternal penjabaran perincinya adalah Target market, Distribusi dan frekuensi, sedangkan untuk kepercayaaan customer sudah sangat jelas, maka tidak ada penjabaran terperinci.
c. level 3 atau alternatif dari media dalam menjual barang yang akan dipilih, yaitu dengan sosial network yaitu facebook, twitter, BBM dan Sistem online/e-commerce.
Jika ditampilkan dalam bentuk grafik hierarki dan keputusan analisis strategi dengan AHP pada gambar 3.1 :

STRATEGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENGGUNAKAN MEDIA .........................
Andi Saryoko
Jurnal Teknologi Vol. 3 No.2 Juli 2014 : 54 -64 ISSN 2088-3315 58
Gambar 3.1. Diagram Hierarki dan Keputusan dengan Pendekatan AHP
Tahapan penelitian pemilihan media dalam menjual barang dengan metode AHP yaitu :
1. Menetukan permasalahan penelitian
2. Mencari studi literatur sesuai dengan permasalahan penelitian
3. Mengidentifikasi kebutuhan data untuk penelitian
4. Menyusun dan menyebar kuesioner tahap 1 unuk menentukan kriteria utama dan sub kriteria yang akan digunakan untuk membentuk model hirarki keputusan pemilihan media dalam menjual barang.
5. Berdasarkan model hirarki dibuat kuesioner tahap 2.untuk menentukan bobot elemen-elemen pada hirarki dalam pengambilan keputusan.
6. Kuesioner tersebut diolah dengan metode AHP untuk dilihat nilai konsistensinya terlebiih dahulu, jika nilai rasio inkonsistensinya lebih kecil atau sama dengan 0.1 maka model hirarki yang diperoleh konsisten dan dapat dilanjutkan dengan melakukan pembobotan. Tetapi jika nilai rasio inkonsitensinya lebih dari 0.1 maka diperlukan peninjauan kembali data kuesioner
7. Dari hasil pengolahan data kuesioner 2 didapatkan bobot dan prioritas dari kriteria da subkriteria.
8. Dilakukan Analisa hasil pengolahan data dan responden sehingga dapat disimpulkan media dalam menjual barang yang terpilih.
STRATEGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENGGUNAKAN MEDIA
FAKTOR R
INTERNAL L
FAKTOR R
EKSTERNAL L
VISI MISI MISI
BIAYA A
TARGET T
MARKET T
DISTRIBUSI I
KEPERCAYAAN N
CUSTOMER R
FACEBOOK K
TWITTER R
BBM M
E-Commerce Commerce
SASARAN
LEVEL
1
KRITERIA
LEVEL
2
SUB KRITERIA
LEVEL
3
ALTERNATIF
LEVEL
3
ALTERNATIF
PRODUK
FREKUENSI
ANALYTIC HIERARCHY PROCESS(AHP)
UNTUK MENJUAL BARANG MENGGUNAKAN INTEGRASI
STRATEGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENGGUNAKAN MEDIA .........................
Andi Saryoko
Jurnal Teknologi Vol. 3 No.2 Juli 2014 : 54 -64 ISSN 2088-3315 59
MULAIPERMASALAHAN PENELITIANSTUDI LITERATURIDENTIFIKASI KEBUTUHAN DATAPENYEBARAN KUESIONER TAHAP 1MEMBUAT HIERARKI KEPUTUSANPENYEBARAN KUESIONER TAHAP IIPENGOLAHAN KUESIONER IIPENGOLAHAN DATA DENGAN METODE AHPKONSISTENTIDAKTIDAKYAYAANALISA HASILPEMILIHAN MEDIA TERBAIKMEDIA TERPILIHSELESAIPEMBOBOTAN
Gambar 3.2 Tahapan penelitian pemilihan media dalam menjual barang
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tahap 1 : Pengolahan data kuesioner tahap 1
Pada tahap ini dilakukan penyebaran Pemilihan kriteria, sub kriteria dan alternatif kepada responden, dimana kuesioner tahap 1 ini adalah kuesioner untuk menentukan kriteria, subkriteria dan alternatif dalam pemilihan media dalam menjual barang. Adapun hasil perhitungannya adalah :

STRATEGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENGGUNAKAN MEDIA .........................
Andi Saryoko
Jurnal Teknologi Vol. 3 No.2 Juli 2014 : 54 -64 ISSN 2088-3315 60
Tabel 3.1 Skor total Pemilihan kriteria, sub kriteria dan alternatif
No
Pemilihan kriteria, sub kriteria dan alternatif
Total skor
1.
Faktor Internal
16
1.1
Visi Misi
17
1.2
Produk
16
1.3
Biaya
15
1.4
Lain-lain
2.
Faktor Eksternal
20
2.1
Target Market
20
2.2
Distribusi
16
2.3
Frekuensi
17
2.4
Lain-lain
3
Kepercayaan Customer
19
Alternatif :
1
E-Commerce
31
2
Facebook
17
3
Twitter
15
4
BBM
8
Sumber : Data Olahan Kuesioner tahap 1
Hasil penyebaran kuesioner tahap 1 dapat ditetapkan jika total skor maksimun 75% dari skor total maksimun yaitu 75% X 20 = 15, skor ini merupakan skor yang logis karena nilai ini dari 4 responden sehingga kriteria, subkriteria dan alternatif sudah dapat disepakati sebagai kriteria untuk memilih media dalam menjual barang.
Dari hasil pengolahan kuesioner I kemudian dibuat hirarki keputusan seperti pada gambar 1 Diagram Hirarki dan Keputusan dengan Pendekatan AHP, berdasarkan diagram hirarki keputusan maka dihasilkan kuesioner tahap 2, dimana kuesioner ini adalah kuesioner untuk menentukan bobot kriteria, subkriteria dan alternatif pembobotan nilai tertinggi dalam pemilihan media dalam menjual barang.
Tahap 2 : Pengolahan data kuesioner tahap 2
Tahapan Pengolahan data kuesioner tahap 2 dalam menentukan pemilihan media dalam menjual barang AHP:
1. Membuat matrik berpasangan dan menghitung nilai rasio konsistensinya.
Membuat matrik berpasangan dari setiap kriteria dan sub kriteria berdasarkan data kuesioner yang telah dikumpulkan, kemudian menghitung nilai rasio konsistensi kriteria atau sub kriteria pada setiap data responden dengan nilai rasio konsistensi lebih kecil sama dengan 10% atau 0.1, sehingga penilaian data responden dapat diterima dan tidak diperlukan pengambilan data ulang. Pengukuran nilai

STRATEGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENGGUNAKAN MEDIA .........................
Andi Saryoko
Jurnal Teknologi Vol. 3 No.2 Juli 2014 : 54 -64 ISSN 2088-3315 61
rasio konsistensi dilakukan dengan menggunakan software Expert choise 2000.
Berikut ini adalah matriks berpasangan dan nilai rasio konsistensi dari setiap penilaian responden sesuai dengan Diagram hirarki keputusan yang terdapat pada Gambar 1 Diagram hirarki dan keputusan dengan pendekatan AHP.
Tabel 3.2 Matriks berpasangan kriteria utama dari setiap responden 1
Responden 1
Perbandingan Kriteria Utama
FI
FE
KC
FI
1
2
3
FE
½
1
4
KC
1/3
1/4
1
Tabel 3.3 Matriks berpasangan kriteria utama dari setiap responden 2
Responden 2
Perbandingan Kriteria Utama
FI
FE
KC
FI
1
4
6
FE
¼
1
3
KC
1/6
1/3
1
Tabel 3.4 Matriks berpasangan kriteria utama dari setiap responden 3
Responden 3
Perbandingan Kriteria Utama
FI
FE
KC
FI
1
5
6
FE
1/5
1
3
KC
1/6
1/3
1
Tabel 3.5 Matriks berpasangan kriteria utama dari setiap responden 4
Responden 4
Perbandingan Kriteria Utama
FI
FE
KC
FI
1
6
9
FE
1/6
1
4
KC
1/9
1/4
1

STRATEGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENGGUNAKAN MEDIA .........................
Andi Saryoko
Jurnal Teknologi Vol. 3 No.2 Juli 2014 : 54 -64 ISSN 2088-3315 62
Model Name: PENENTUAN SKALA PRIORITASPriorities with respect to: Goal: Penentuan Skala Priorita...Faktor Internal.320Faktor Eksternal.558Kepercayaan Customers.122 Inconsistency = 0.02 with 0 missing judgments.Page 1 of 14/20/2011 9:16:04 AMRachman Komarudin
Keterangan:
FI = Faktor Internal
FE = Faktor Eksternal
KC=Kepercayaan Costomer
Tabel 3.2 sampai dengan tabel 3.5 merupakan Matriks perbandingan kriteria utama yang diambil setiap responden, berdasarkan tabel tersebut kemudian dihitung nilai rasio konsistensinya, perhitungan nilai rasio kositensi menggunakan software expert choise 2000. adapun hasil perhitungan nilai rasio dari setiap responden dapat dilihat pada gambar dibawah ini, nilai rasio inkonsitensi kriteria utama untuk setiap responden adalah:
Gambar 3.3 Nilai rasio inkonsitensi kriteria utama setiap responden 1
Gambar 3.4 Nilai rasio inkonsitensi kriteria utama setiap responden 2
Gambar 3.5 Nilai rasio inkonsitensi kriteria utama setiap responden 3
STRATEGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENGGUNAKAN MEDIA .........................
Andi Saryoko
Jurnal Teknologi Vol. 3 No.2 Juli 2014 : 54 -64 ISSN 2088-3315 63
Gambar 3.6 Nilai rasio inkonsitensi kriteria utama setiap responden 4
Gambar 3.3 sampai dengan gambar 3.6 merupakan Hasil perhitungan dengan expert choise 2000 yang menunjukan bahwa nilai rasio inkonsistensi untuk kriteria utama dari masing-masing responden adalah 0.02, 0.05, 0.09, 0.10 . nilai rasio inkonsistensi tersebut lebih kecil sama dengan 0.1 yang berarti perbandingan berpasangan tersebut diterima atau konsisten.
Berdasarkan Hasil perhitungan dengan expert choise 2000 menunjukan bahwa Pada ketiga subkriteria menunujkan bahwa media surat kabar menjadi priotas utama, prioritas kedua pada media internet, priorotas ketiga pada media spanduk, dan prioritas ke empat brosur yang ditunjukan pada gambar berikut :
Gambar 3.7 Hasil pemilihan media dalam menjual barang

STRATEGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENGGUNAKAN MEDIA
.........................
Andi Saryoko
Jurnal Teknologi Vol. 3 No.2 Juli 2014 : 54 -64 ISSN 2088-3315 64
4. Penutup
Dari uraian yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain sebagai berikut:
1. Dalam menjual barang merupakan bagian dari komunikasi yang terdiri dari berbagai kegiatan untuk memberikan informasi dari komunikasi kepada pasar sasaran akan adanya suatu produk baik berupa barang, jasa dan ide. Berhasil tidaknya dalam menjual barang yang dilakukan salah satunya tergantung dari media mana yang digunakan, berdasarkan hal tersebut penelitian ini dilakukan untuk menentukan media dalam menjual barang yang tepat, dimana pemilihan media dalam menjual barang dengan menggunakan metode. Hasil pengolahan data didapatkan media dengan sistem e-commerce sebagai media terpilih berdasarkan bobot tertinggi.
2. Didapatkan 3 kriteria utama dan 6 sub kriteria dan 4 alternatif yang digunakan untuk pemilihan media penjualan barang, berdasarkan pengolahan data dengan AHP, kriteria Faktor Internal, Visi Misi dan Target Market memiliki prioritas tertinggi untuk memilih media dalam menjual barang.
3. Metode AHP memberikan prosedur perhitungan yang mudah dari sisi kepraktisan ika dilihat dari proses kemudahan pengolahan data.

DaftarPustaka
Feridani, Elena. (2008). Perancangan Metode Pembobotan Kriteria Pemilihan Pemasok Dengan Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dan Fuzzy AHP (Studi Kasus Pemilihan Pemasok Jasa Pemeliharaan Fasilitas Off Shore di PT.X). Tesis. Program studi teknik Industri. UI. Bandung
Garcia, M. A. (2001). An Expert System in Diabetes. South Central Conference (p. 166). Consortium for Computing in Small College.
Goupeng, Z. (2006). Data Analysis With Fuzzy Inference System. In Computational Intelligence: Method and Application. Singapore: School of Computer Engineering, Nanyang Technological University.
Jogiyanto H.M. (2005). Analisa dan Desain Sistem. Pendekatan Teori dan Praktek Aplikasi Bisnis. Andi Ofset. Yogyakarta.
Swastha Basu dan Irawan, 1990. Manajemen Pemasaran Modern, Liberty Yogyakarta.
Warman Asri, 1986. Marketing, AMP YKPN Yogyakarta.

Journal Andi Saryoko_Terbit di Journal Pilar_ISSN 2088-3315 Vol.3 No.2 Juli 2014 :54-56_Judul Strategi Pengambilan Keptusan Dalam Menggunakan Media Untuk Menjual Barang Dengan Integrasi Analytic Hierarchy Process (AHP)

Journal Andi Saryoko_Terbit di Journal Pilar_ISSN 2088-3315 Vol.3 No.2 Juli 2014 :54-56_Judul Kajian Penerapan Metode Logika Fuzzy Dalam Menentukan Mahasiswa Terbaik
========================================================================

Jurnal Pilar Nusa Mandiri Vol.X, No.2 September 2014
155

KAJIAN PENERAPAN METODE LOGIKA FUZZY DALAM MENENTUKAN MAHASISWA TERBAIK

Andi Saryoko
Program Studi Teknik Komputer
AMIK BSI Jakarta
Jl. R.S. Fatmawati No.24, Pondok Labu, Jakarta Selatan
andi.asy@bsi.ac.id

ABSTRACT
College is constantly develop academic climate in order to support the democratic process of learning who directs and being a graduate student best quality.Not just students expected, as science in the field but also to develop soft beraktivitas skillsnya to be an independent, graduates full of initiative, work, in a punctilious manner full responsibility and persistent.This capability student can get from 92 formally through kokurikuler, and academic curriculum extra and an extern kurikuler.However, not all the students willing and able to be successful learner.Kerapkali student with an unusually high academic utilizing to use his time in activities and extra kokurikuler kurikuler.Contrarily active in the student organization kemahasiswaan and development activities soft skills not obtain the value of academic high. It sometimes become influence or constraint student in achievement or in externalisehis best be a student. In determining student best we can use methods fuzzy logic.By using the method fuzzy logic expected to determine best student by using criteria such as final scores consisting of scores central semester ( uts ), scores last semester ( uas ), value absent / presence, duty and value quiz. Then aside from the final score we can make a judgment is parameters of the value of liveliness in the classroom the achievements and also keorganisasisan participation in value.By using four final score, variable the liveliness and value achievement and value keorganisasian proceed with fuzzy logic methods have high accuracy in determining the best student.
Keywords: the best students fuzzy logic

PENDAHULUAN
Menuntut ilmu, menjadi pribadi yang lebih baik, mendapatkan gelar sarjana, mempunyai keahlian di bidang pendidikan yang digeluti dan bisa melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi setelah tamat dari jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah tujuan dari sebagian besar mahasiswa yang hidup di lingkungan kampus, meskipun diluar itu ada juga tujuan tujuan yang lain.
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermantabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Mengembangkan potensi peserta didik (mahasiswa) agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab adalah menjadi tujuan dari pada pendidikan nasional. Perguruan tinggi secara terus menerus mengembangkan iklim akademis yang demokratis agar dapat mendukung pelaksanaan proses pembelajaran yang mengarahkan mahasiswa menjadi lulusan yang terbaik dan berkualitas.
Mahasiswa diharapkan tidak hanya menekuni ilmu dalam bidangnya saja, tetapi juga beraktivitas untuk mengembangkan soft skillsnya agar menjadi lulusan yang mandiri, penuh inisiatif, bekerja secara cermat, penuh tanggung jawab dan gigih. Kemampuan ini dapat mahasiswa peroleh dari pembekalan secara formal melalui kurikulum akademik dan kokurikuler, ekstra dan intra kurikuler. Namun, tidak semua mahasiswa mau dan mampu untuk menjadi pembelajar yang sukses. Kerapkali mahasiswa dengan nilai akademik yang tinggi tidak memanfaatkan peluang untuk menggunakan waktunya dalam kegiatan kokurikuler dan ekstra kurikuler. Sebaliknya mahasiswa yang aktif dalam organisasi kemahasiswaan dan kegiatan pengembangan soft skills tidak memperoleh nilai akademik yang tinggi. Sementara itu, dalam era persaingan bebas dibutuhkan lulusan yang memiliki hard skills dan soft

Vol.X, No.2 September 2014 Jurnal Pilar Nusa Mandiri
156
skills yang seimbang. Oleh karenanya di tiap perguruan tinggi perlu diidentifikasi mahasiswa yang dapat melakukan keduanya dan yang terbaik perlu diberi penghargaan sebagai mahasiswa yang berprestasi.
Di Kampus, baik di Universitas atau Pergeruan tinggi tempat menimba ilmu yang jauh dari tempat tinggal mereka, banyak tantangan yang harus dipenuhi, faktor internal maupun faktor eksternal berbagai permasalahan pun sedikit demi sedikit muncul sehingga kehidupan mahasiswa pun menjadi semakin beragam. Masalah masalah tersebut muncul karena adanya perbedaan antara lingkungan sekitar tempat dimana dia tinggal dan kepribadian mereka. Banyak mahasiswa yang mengalami berbagai macam permasalahan di berbagai penjuru universitas atau perguruan tinggi lainnya.
Banyak pilihan universitas yang bisa dimasuki, baik itu di dalam kota maupun di luar kota, sehingga menyebabkan para mahasiswa harus jauh dari orang tua dan keluarga mereka. Lingkungan kampus atau berbagai aktivitas pembelajaran di kampus menuntut para mahasiswa untuk dapat belajar mandiri, karena mereka jauh dari orang tua dan sanak keluarga. Banyak mahasiswa yang tidak bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan kampus karena kurangnya kepekaan sosial dan rasa tanggung jawab mereka terhadap apa yang ada di lingkungan sekitar.
Masalah-masalah yang dialami mahasiswa pun tidak hanya itu, banyak yang lain misalnya : dalam hal pembelajaran di kampus yang dirasa sangat membosankan karena mungkin sebagian dari mereka menyesal di jurusan yang telah dipilih, lingkungan kos yang tidak mendukung untuk belajar dan mengembangkan diri, dan sulitnya membagi waktu antara kuliah, mengerjakan tugas, dan organisasi sehingga sering membolos kuliah dan nilai nya pun menjadi turun drastis. Di sisi lain, orang tua mereka menuntut anaknya untuk memperoleh Indeks Prestasi (IP) yang bagus di setiap semesternya, dan bisa diandalkan untuk memperoleh pekerjaan yang layak setelah dia lulus kuliah pada jenjang sarjana. Jika kondisi mahasiwa yang kurang bersemangat dalam menjalani kuliah, bagaimana harapan orang tua itu bisa tercapai. Mungkin hanya kekecewaan yang akan orang tua mereka dapatkan.
Mahasiswa yang mempunyai banyak permasalahan seperti itu, biasanya karena kurang menyadari arti tanggung jawab, kedispilinan, komitmen dan resiko yang akan mereka hadapi pada masa yang akan datang. Dimana pada masa yang akan datang para lulusan dituntut untuk semakin berkompeten dan profesional di bidangnya masing-masing. Kriteria pekerjaan dan persaingannya pun akan semakin ketat.
Kondisi seperti diatas membuat para mahasiswa mengalami banyak tekanan karena berbagai tuntutan yang harus mereka hadapi. Kadang-kadang mereka sering mengabaikan kewajiban utama mereka di bangku kuliah yaitu belajar. Perlunya kesadaran tinggi untuk menyadarkan permasalahan tersebut. Kesadaran diri itu tentunya timbul dari dalam diri mereka sendiri.
Salah satu masalah yang sangat kompleks dan pasti dialami oleh mahasiswa adalah ketika mahasiswa tidak bisa membagi waktu kuliah, tugas, dan organisasi. Kuliah harus dijalani sementara organisasi pun tidak bisa ditinggalkan. Ketika antara ketiga hal tersebut tidak bisa diatur secara bijaksana, maka akan berakibat fatal. Biasanya mahasiswa yang seperti itu bingung harus memprioritaskan mana yang lebih penting.
Selain permasalahan di bidang akademik, adapun dari bidang non akademik yaitu kondisi lingkungan kos yang kurang nyaman, tidak bisa beradaptasi dengan lingkungan baru di kampus baik itu dosen atau teman-temannya, kondisi ekonomi keluarga yang kurang mencukupi, kesulitan kesulitan pribadi yang timbul dari dirinya sendiri, permasalahan kisah kasih cintanya dan masih banyak yang lain. Hal yang demikian itu menyebabkan permasalahan mahasiswa menjadi semakin banyak dan tentunya akan semakin kompleks. Pada umumnya masalah-masalah yang dihadapi mahasiswa ini dapat menghambat studi yang harus mereka jalani.
Ketika mahasiswa menghadapi berbagai macam masalah yang ada, seringkali mereka lari dari kenyataan dan bahkan menghindarinya, sehingga masalah yang mereka alami pun tidak dapat terselesaikan dengan baik dan bahkan tidak ada jalan keluarnya sama sekali.
Harusnya kita sebagai mahasiswa mempunyai rasa tanggung jawab dan rasa kepedulian yang tinggi sehingga bisa lebih berkontribusi dengan baik, karena mahasiswa dianggap sudah dewasa dan bisa berkomitmen tinggi untuk menjalani kehidupan yang lebih baik lagi. Sebagai mahasiswa pun jangan mudah terombang ambing dengan kondisi yang kurang mendukung untuk bisa berkembang ke arah

Jurnal Pilar Nusa Mandiri Vol.X, No.2 September 2014
157
yang lebih baik, mahasiswa harus mempunyai pendirian yang teguh karena mahasiswa merupakan gerakan perubahan. Tentunya perubahan menjadi lebih baik, sehingga ketika ada masalah yang timbul, kita bisa menyelesaikannya secara dewasa dan mencari jalan keluar yang terbaik. Berubahlah menjadi pribadi yang lebih baik dengan dimulai dengan niat dari dalam diri sehingga hasilnya pun sesuai dengan usaha keras yang telah kita lakukan.
Hal seperti itu terkadang menjadi pengaruh atau kendala mahasiswa dalam meraih prestasi atau dalam mewujudkan menjadi mahasiswa terbaik.
Dalam menentukan mahasiswa terbaik kita dapat menggunakan metode logika fuzzy. Dengan menggunakan metode logika fuzzy diharapkan dapat menentukan mahasiswa terbaik dengan menggunakan kriteria seperti nilai akhir yang terdiri dari nilai Ujian Tengah Semester (UTS), nilai Ujian Akhir Semester (UAS), nilai Absen/kehadiran, nilai Tugas dan kuis. Kemudian selain dari nilai akhir tersebut yang bisa kita jadikan parameter penilaian adalah dari nilai keaktifan di kelas, nilai prestasi dan juga nilai keikutsertaan dalam keorganisasisan.
Dari hal tersebut di atas maka dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut :
a. Bagaimana menentukan mahasiswa terbaik dengan melihat beberapa nilai dari mahasiswa tersebut?
b. Bagaimana perbedaan dalam menentukan mahasiswa terbaik dengan berbasis logika fuzzy dengan tanpa logika fuzzy?
BAHAN DAN METODE
Menurut Fitzgerald dalam Jogiyanto (2005) mendefinisikan bahwa “Sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegitan atau untuk menyelesaikan suatu sasaran tertentu”.
Sistem secara sederhana merupakan suatu kumpulan atau himpunan dari unsur-unsur, komponen atau variabel-variabel yang terorganisir, saling berinteraksi, saling ketergantungan satu dengan yang lainnya dan terpadu.
Logika Fuzzy adalah bagian atau salah satu metode dalam kecerdasan buatan (Artificial Intelligence). Dalam logika konvensional nilai kebenaran mempunyai kondisi yang pasti yaitu benar atau salah (true or false), dengan tidak ada kondisi di antara. Prinsip ini dikemukakan oleh Aristoteles sekitar 2000 tahun yang lalu sebagai hukum Excluded Middle dan hukum ini telah mendominasi pemikiran logika sampai saat ini.
Namun, tentu saja pemikiran mengenai logika konvensional dengan nilai kebenaran yang pasti yaitu benar atau salah dalam kehidupan nyata sangatlah tidak cocok. Logika Fuzzy merupakan suatu logika yang dapat merepresentasikan keadaan yang ada di dunia nyata. Teori tentang himpunan logika samar pertama kali dikemukakan oleh Prof. Lotfi Zadeh sekitar tahun 1965 pada sebuah makalah yang berjudul “Fuzzy Sets”. Ia berpendapat bahwa logika benar dan salah dari logika boolean atau konvensional tidak dapat mengatasi masalah yang ada pada dunia nyata. Setelah itu, sejak pertengahan 1970-an, para peneliti Jepang berhasil mengaplikasikan teori ini ke dalam berbagai permasalahan praktis. Tidak seperti logika boolean, logika fuzzy mempunyai nilai yang kontinyu. Samar (fuzzy) dinyatakan dalam derajat dari suatu keanggotaan dan derajat dari kebenaran. Oleh sebab itu sesuatu dapat dikatakan sebagian benar dan sebagian salah pada waktu yang bersamaan. Teori himpunan individu dapat memiliki derajat keanggotaan dengan nilai yang kontinyu, bukan hanya nol dan satu.
Fuzzy inference system adalah proses merumuskan pemetaan dari input yang diberikan ke ouput dengan menggunakan logika fuzzy. Pemetaan tersebut akan menjadi dasar dari keputusan yang akan dibuat. Proses fuzzy logic melibatkan fungsi keanggotaan, operator logika fuzzy, dan aturan jika maka (if-then rule) (Goupeng, 2006). Dalam membangun sistem yang berbasis pada aturan fuzzy maka akan digunakan variabel linguistik. Variabel linguistik adalah suatu interval numerik dan mempunyai nilai-nilai linguistik, yang semantiknya didefinisikan oleh fungsi keanggotaannya. Misalnya, suhu adalah suatu variabel linguistik yang bisa didefinisikan pada interval (-100C, 400C). Variabel tersebut bisa memiliki nilai-nilai linguistik seperti ”Dingin”, ”Hangat”, ”Panas” yang semantiknya didefinisikan oleh fungsi-fungsi keanggotaan tertentu. Suatu sistem berbasis aturan fuzzy terdiri dari tiga komponen utama: Fuzzification, Inference (Penalaran) dan Defuzzification seperti terlihat pada gambar di bawah ini (Suyanto, 2008):

Vol.X, No.2 September 2014 Jurnal Pilar Nusa Mandiri
158
Fuzzification
Inference
Defuzzification
Crips Input
Fuzzy Input
Fuzzy Rules
Output
Crips Value
Fuzzy Output
μ
Sumber: Suyanto(2008)
Gambar 1.Tiga Komponen Sistem berbasis fuzzy
Dari gambar di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Fuzzification
Fuzzification berfungsi untuk mengubah masukan-masukan yang nilai kebenarannya bersifat pasti (crisp input) ke dalam bentuk fuzzy input, yang berupa nilai linguistik yang semantiknya ditentukan berdasarkan fungsi keanggotaan tertentu.
2. Inference
Inference melakukan penalaran menggunakan fuzzy input dan fuzzy rules yang telah ditentukan sehingga menghasilkan fuzzy output. Proses inference memperhitungkan semua aturan yang ada dalam basis pengetahuan. Hasil dari proses inference dipresentasikan oleh suatu fuzzy set untuk setiap variabel bebas (pada consequent). Derajat keanggotaan untuk setiap nilai variabel tidak bebas menyatakan ukuran kompabilitas terhadap variabel bebas (pada antecedent).
3. DeFuzzification
DeFuzzification atau penegasan berfungsi untuk mengubah fuzzy output menjadi crisp value berdasarkan fungsi keanggotaan yang telah ditentukan.
Secara garis besar proses pada fuzzy logic dapat digambarkan sebagai berikut:
Sumber: Suyanto(2008)
Gambar .2. Proses pada logika fuzzy secara umum
Ada dua jenis sistem inferensi fuzzy yang berbeda dalam bagian deFuzzification yaitu tipe Mamdani dan tipe Sugeno. Tipe Mamdani mengharapkan fungsi output keanggotaan menjadi fuzzy set. Setelah proses penggabungan, ada fuzzy set untuk setiap output variabel yang perlu deFuzzification yang berfungsi untuk mengintegrasikan dan menemukan defuzzified output dan juga memungkinkan untuk menggunakan rata-rata tertimbang dari beberapa data. Tipe Sugeno mendukung sistem model jenis ini. Pada umumnya, sistem tipe Sugeno dapat digunakan untuk model sistem kesimpulan apapun, di mana keluaran fungsi-fungsi keanggotaan adalah linier atau konstan. Logika fuzzy telah diterapkan dalam aplikasi di berbagai bidang baik itu mencakup bidang industri, ekonomi, manajemen, psikologi, teknik maupun bidang-bidang lainnya.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah model eksperimen. Penelitian eksperimen ini bertujuan untuk menentukan mahasiswa terbaik berbasis logika fuzzy dengan memasukkan parameter-parameter. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh penulis secara langsung dari sumber dengan melakukan pengambilan data mahasiswa. Dalam melakukan pengumpulan data penulis menggunakan cara observasi yaitu pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan langsung yang berkaitan dengan objek penelitian dengan cara pengambilan sampel (sampling), yaitu pemilihan sejumlah item tertentu dari seluruh item yang ada dengan tujuan mempelajari sebagian item tersebut untuk mewakili seluruh itemnya.
Jurnal Pilar Nusa Mandiri Vol.X, No.2 September 2014
159
Sebagian item yang dipilih disebut sampel-sampel (samples). Sedang seluruh item yang ada disebut populasi (population).
Dalam penelitian ini diasumsikan bahwa nilai akhir yang terdiri dari nilai Ujian Tengah Semester (UTS), nilai Ujian Akhir Semester (UAS), nilai Absen/kehadiran, nilai Tugas dan kuis. Kemudian selain dari nilai akhir tersebut nilai keaktifan di kelas, nilai prestasi dan juga nilai keikutsertaan dalam keorganisasisan pada dasarnya dapat menentukan mahasiswa terbaik lebih tepat.
Jadi keempat parameter tersebut akan dijadikan sebagai masukan untuk sistem yang dirancang. Dengan bantuan literatur data, wawancara dan diskusi dengan dosen-dosen yang mengajar, maka dapat diperoleh kesimpulan yang dijelaskan parameter untuk fuzzification input dan output sebagai berikut:
1. Nilai akhir mempunyai tiga nilai linguistik (Baik, Cukup dan Kurang)
2. Nilai keaktifan mempunyai nilai linguistik (Baik, Cukup, Kurang)
3. Nilai prestasi mempunyai nilai linguistik (Baik, Cukup, Kurang)
4. Nilai keorganisasian sebagai output mempunyai nilai linguistik (Sangat baik, Baik, Kurang Baik).
Selanjutnya akan dijelaskan dari tahapan – tahapan dalam pendekatan logika fuzzy:
A. Proses fuzzifikasi
Secara lebih detail dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Nilai Akhir
Tabel 1. Nilai lingustik Nilai Akhir
Nilai Linguistik
Interval
Kurang
0 - 60
Cukup
45 - 75
Baik
60 - 100
Sumber: Data hasil analisis penulis
ekspresi untuk fungsi keanggotaan fuzzy (Kusumadewi, 2010):
600,606060,1xxxxkurang
7560,6075756045,456045xxxxxcukup
100110060,6010060xxxxBaik
Representasi dengan grafik dapat digambarkan sebagai berikut:
Sumber: Data hasil analisis penulis
Gambar 3. Grafik Keanggotaan untuk Nilai Akhir
2. Nilai Keaktifan
Tabel 2. Nilai lingustik Nilai Keaktifan
Nilai Linguistik
Interval
Kurang
0 - 60
Cukup
45 - 75
Baik
60 - 100
Sumber: Data hasil analisis penulis
ekspresi untuk fungsi keanggotaan fuzzy, (Kusumadewi, 2010) :
600,606060,1xxxxkurang
Vol.X, No.2 September 2014 Jurnal Pilar Nusa Mandiri
160
7560,6075756045,456045xxxxxcukup
 
 
 
 

 



 



1 100
, 60 100
100 60
60
x
x
x
x Baik 
Representasi dengan grafik dapat digambarkan sebagai berikut:
Sumber: Data hasil analisis penulis
Gambar 4. Grafik keanggotaan untuk Nilai Keaktifan
3. Nilai Prestasi
Tabel 3. Nilai lingustik Nilai Prestasi
Nilai Linguistik
Interval
Kurang
0 – 2,5
Cukup
2 – 3
Baik
2,5 - 4
Sumber: Data hasil analisis penulis
ekspresi untuk fungsi keanggotaan fuzzy, (Kusumadewi, 2010) :
5,20,5,25,25,2,1xxxxkurang
35,2,5,2335,22,25,22xxxxxcukup
4145,2,601005,2xxxxBaik
Representasi dengan grafik dapat digambarkan sebagai berikut:
Sumber: Data hasil analisis penulis
Gambar 5. Grafik keanggotaan untuk Nilai Prestasi
4. Nilai Keorganisasian
Tabel 4. Nilai lingustik Nilai Keorganisasian
Nilai Linguistik
Interval
Kurang Baik
0 - 90
Baik
85 - 95
Sangat Baik
90 - 100
Sumber: Data hasil analisis penulis
ekspresi untuk fungsi keanggotaan fuzzy, (Kusumadewi 2010) :
900,909090,1xxxxkurang
Jurnal Pilar Nusa Mandiri Vol.X, No.2 September 2014
161
9590,9095959085,859085xxxxxcukup
100110090,9010090xxxxBaik
Representasi dengan grafik dapat digambarkan sebagai berikut:
Sumber: Data hasil analisis penulis
Gambar .6. Grafik keanggotaan untuk Nilai Keorganisasian
B. Proses Inferensi
Dengan menggunakan logika fuzzy maka didapatkan Nilai yang dapat menunjukan mahasiswa-mahasiswa terbaik di kampus, sebagai berikut:
Tabel .5. Aturan fuzzy untuk menentukan mahasiswa terbaik
Aturan
Input
Output
Nilai Akhir
Nilai Keaktifan
Nilai Prestasi
Nilai Keorganisasian
Aturan 1
Kurang
Kurang
Kurang
Kurang Baik
Aturan 2
Kurang
Kurang
Cukup
Kurang Baik
Aturan 3
Kurang
Kurang
Baik
Kurang Baik
Aturan 4
Kurang
Cukup
Kurang
Kurang baik
Aturan 5
Kurang
Cukup
Cukup
Kurang Baik
Aturan 6
Kurang
Cukup
Baik
Kurang Baik
Aturan 7
Kurang
Baik
Kurang
Kurang Baik
Aturan 8
Kurang
Baik
Cukup
Kurang Baik
Aturan 9
Kurang
Baik
Baik
Kurang Baik
Aturan 10
Cukup
Kurang
Kurang
Kurang Baik
Aturan 11
Cukup
Kurang
Cukup
Kurang Baik
Aturan 12
Cukup
Kurang
Baik
Kurang Baik
Aturan 13
Cukup
Cukup
Kurang
Kurang Baik
Aturan 14
Cukup
Cukup
Cukup
Baik
Aturan 15
Cukup
Cukup
Baik
Baik
Aturan 16
Cukup
Baik
Kurang
Kurang Baik
Aturan 17
Cukup
Baik
Cukup
Baik
Aturan 18
Cukup
Baik
Baik
Baik
Aturan 19
Baik
Kurang
Kurang
Kurang Baik
Aturan 20
Baik
Kurang
Cukup
Kurang Baik
Aturan 21
Baik
Kurang
Baik
Kurang Baik
Aturan 22
Baik
Cukup
Kurang
Kurang Baik
Aturan 23
Baik
Cukup
Cukup
Baik
Aturan 24
Baik
Cukup
Baik
Baik
Atur
Baik
Baik
Kura
Kurang
Vol.X, No.2 September 2014 Jurnal Pilar Nusa Mandiri
162
an 25
ng
Baik
Aturan 26
Baik
Baik
Cukup
Baik
Aturan 27
Baik
Baik
Baik
Sangat Baik
Sumber: Data hasil analisis penulis (2014)
Dengan melihat tabel sebelumnya dapat diuraikan aturan fuzzy sebagai berikut:
Aturan 1 : Jika Nilai Akhir Kurang dan Nilai Keaktifan Kurang dan Nilai Prestasi Kurang maka Nilai Keorganisasiannya Kurang Baik
Aturan 2 : Jika Nilai Akhir Kurang dan Nilai Keaktifan Kurang dan Nilai Prestasi Cukup maka Nilai Keorganisasiannya Kurang Baik
Aturan 3 : Jika Nilai Akhir Kurang dan Nilai Keaktifan Kurang dan Nilai Prestasi Baik maka Nilai Keorganisasiannya Kurang Baik
Aturan 4 : Jika Nilai Akhir Kurang dan Nilai Keaktifan Cukup dan Nilai Prestasi Kurang maka Nilai Keorganisasiannya Kurang Baik
Aturan 5 : Jika Nilai Akhir Kurang dan Nilai Keaktifan Cukup dan Nilai Prestasi Cukup maka Nilai Keorganisasiannya Kurang Baik
Aturan 6 : Jika Nilai Akhir Kurang dan Nilai Keaktifan Cukup dan Nilai Prestasi Baik maka Nilai Keorganisasiannya Kurang Baik
Selanjutnya untuk aturan ke 7 dan sampai dengan aturan ke 27 sama seperti aturan yang ada di atas berdasarkan dari tabel I.5.
C. Proses Defuzifikasi
Proses untuk menghitung derajat keanggotaan dapat diilustrasikan dengan contoh data pertama yang mempunyai Nilai Akhir = 70, Nilai Keaktifan = 70 dan Nilai Prestasi 3,0 sebagai berikut:
1. Nilai Akhir
Nilai Akhir=70 pada nilai linguistik Cukup dan Bagus,
 Semantik atau derajat keanggotaan untuk nilai linguistik Cukup dihitung menggunakan rumus, μ(χ)= (c-χ) / (c-b) di mana b = 45 dan c = 75. Sehingga derajat keanggotaan untuk Cukup adalah :
μ(70) = (75-70) / (75-45)
= 0,33
Derajat keanggotaan untuk nilai linguistik Bagus dihitung menggunakan rumus , μ(χ)= (χ-a) / (b-a) dimana a = 60 dan b = 100.
Dengan demikian, derajat keanggotaan untuk Bagus adalah :
μ(70)= (70-60) / (100-60)
= 0,25
2. Nilai Keaktifan
Nilai Keaktifan=70 pada nilai linguistik Cukup dan Bagus,
 Semantik atau derajat keanggotaan untuk nilai linguistik Cukup dihitung menggunakan rumus, μ(χ)= (c-χ) / (c-b) di mana b = 45 dan c = 75. Sehingga derajat keanggotaan untuk Cukup adalah :
μ(70) = (75-70) / (75-45)
= 0,33
 Derajat keanggotaan untuk nilai linguistik Bagus dihitung menggunakan rumus , μ(χ)= (χ-a) / (b-a) dimana a = 60 dan b = 100.
Dengan demikian, derajat keanggotaan untuk Bagus adalah :
μ(70)= (70-60) / (100-60)
= 0,25
3. Nilai Prestasi
Nilai Prestasi=3,0 pada nilai linguistik Cukup dan Bagus,
 Semantik atau derajat keanggotaan untuk nilai linguistik Cukup dihitung menggunakan rumus, μ(χ)= (c-χ) / (c-b) di mana b = 2,5 dan c = 3. Sehingga derajat keanggotaan untuk Cukup adalah :
μ(3) = (3-3) / (3-2,5)
= 0
 Derajat keanggotaan untuk nilai linguistik Bagus dihitung menggunakan rumus , μ(χ)= (χ-a) / (b-a) dimana a = 2,5 dan b = 4.
Dengan demikian, derajat keanggotaan untuk Bagus adalah :
μ(3)= (3-2,5) / (4-2,5)
= 0,33
Setelah derajat keanggotaan masing-masing dihitung, proses selanjutnya adalah menghitung defuzzifikasi dengan metode centroid method/center of grafity dengan rumus sebagai berikut:
Jurnal Pilar Nusa Mandiri Vol.X, No.2 September 2014
163
di mana y adalah nilai crisp dan μR(y) adalah derajat keanggotaan dari y.
Sebagai contoh, proses defuzzifikasi untuk data pertama yang mempunyai Nilai Akhir = 70, Nilai Keaktifan = 70 dan Nilai Prestasi 3,0 dihasilkan nilai sebagai berikut:
(70*0,17)+(70*0,25)+ (70*0,17)+(70*0,25)+(3*0)+(3*0,33)
y= (0,17+0,25+0,17+0,25+0+0,33)*6
y= 8.52
Jika dilihat berdasarkan range pada Nilai Keorganisasian 8.52 masuk pada tingkatan cukup 0.17 dan baik 0.25.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Untuk menentukan mahasiswa terbaik yang lebih objektif dapat menggunakan empat variable yaitu Nilai Akhir, Nilai Keaktifan dan Nilai Prestasi dan nilai keorganisasian.
2. Ada perbedaan untuk mahasiswa terbaik antara sistem sebelumnya dengan sistem penentuan mahasiswa terbaik yang berbasis logika fuzzy dengan sistem sebelumnya.
3. Dengan metode logika fuzzy dapat membantu kampus dalam menentukan mahasiswa terbaik.
4. Dengan menggunakan empat variable Nilai Akhir, Nilai Keaktifan dan Nilai Prestasi dan nilai keorganisasian yang diproses dengan metode logika fuzzy mempunyai akurasi yang tinggi dalam menentukan mahasiswa terbaik dan terbukti dalam lembar hasil kuesioner yang diberikan kepada pihak-pihak yang bersangkutan.

DAFTAR PUSTAKA
Goupeng, Z. 2006. Data Analysis With Fuzzy Inference System. In Computational Intelligence: Method and Application. Singapore: School of Computer Engineering, Nanyang Technological University.
Jogiyanto H.M. 2005. Analisa dan Desain Sistem. Pendekatan Teori dan Praktek Aplikasi Bisnis. Andi Ofset. Yogyakarta.
Kusumadewi, Sri. 2010. Aplikasi Logika Fuzzy Untuk Pendukung Keputusan. Edisi Kedua. Cetakan Pertama. Graha Ilmu. Yogyakarta
Saryoko, Andi. 2013. Penentuan Siswa Teladan Berbasis Logika Fuzzy Pada SMA Budaya Jakarta. ISSN 2088-3315 Vol 2 No 2 Juli 2013, Jurnal Teknologi, ISTA
Suyanto. 2008. Soft Computing Membangun Mesin Ber-IQ Tinggi. Bandung: Informatika.
www.mathworks.com. (n.d.). Retrieved Desember 18, 2009, from http://www.mathworks.com/access/helpdesk/help/toolbox/fuzzy/fp351dup8. html.
BIODATA PENULIS
Andi Saryoko, M.Kom. Lahir di kota Klaten, Jawa Tengah pada tanggal 04 Oktober 1981. Tamat program Diploma III (D3) tahun 2005 Program Studi Komputerisasi Akuntansi di AMIK BSI Jakarta, Tamat S1 tahun 2008 Program Studi Sistem Informasi di STMIK Nusa Mandiri Jakarta, Tamat S2 tahun 2011 Program Studi Ilmu Komputer (S2) Konsentrasi Management Information System di Program Pasca Sarjana STMIK Nusamandiri Jakarta. Menjadi Dosen tetap di AMIK BSI Jakarta sejak tahun 2008 dan memiliki Jabatan Fungsional Dosen Asisten Ahli.


Journal Andi Saryoko_Terbit di Journal Teknologi_ISSN 2088-3315 Vol. II. No 2 Juli 2013_Judul Penentuan Siswa Teladan berbasis logika Fazzy pada SMA Budaya Jakarta

Journal Andi Saryoko_Terbit di Journal Teknologi_ISSN 2088-3315 Vol. II. No 2 Juli 2013_Judul Penentuan Siswa Teladan berbasis logika Fazzy pada SMA Budaya Jakarta
========================================================================

PENENTUAN SISWA TELADAN BERBASIS LOGIKA FUZZY PADA SMA BUDAYA JAKARTA

Andi Saryoko
Dosen AMIK Bina Sarana Informatika (AMIK BSI) Jakarta,

Abstrak

Menentukan siswa terbaik di SMA Budaya Jakarta telah dilakukan dengan melihat nilai kognitif siswa yang tertinggi. Cara itu masih dianggap kurang obyektif karena prestasi yang diperoleh oleh siswa tidak hanya didasarkan kognitif tetapi juga berdasarkan nilai - nilai lain. Dengan menggunakan metode logika fuzzy diharapkan untuk menentukan model siswa menggunakan kriteria seperti nilai Pemahaman dan Penerapan Konsep (PPK) atau sering disebut nilai kognitif, nilai praktek, dan juga logika fuzzy sikap.Metode memiliki tiga tahapan proses fuzzifikasi, inferensi dan defuzzifikasi. Penentuan tersebut dibuat berdasarkan pada mahasiswa model fuzzy logic menggunakan matlab toolbox yang dapat digunakan sebagai referensi sebagai alat dalam menentukan siswa teladan. Penentuan siswa kehormatan menggunakan kriteria seperti nilai kognitif (PPK), nilai praktek, dan juga sikap yang kemudian diolah menggunakan metode fuzzy logic dan hasilnya akan ditampilkan sesuai dengan input data yang dimasukkan oleh pengguna. dengan metode logika fuzzy dapat membantu sekolah dalam menentukan model siswa, dengan metode logika fuzzy memiliki akurasi tinggi dalam menentukan model siswa dan terbukti dalam hasil dari lembar kuesioner, ada keterbatasan dalam menerapkan toolbox Matlab, seperti kurangnya database untuk menyimpan input atau output data.

Kata kunci: Nilai siswa, penentuan siswa terbaik, logika fuzzy, Matlab


Abstract

Determining the best students at the high school culture has been done by looking at students' cognitive value of the highest. The way it is still considered less objective because the achievements obtained by students based not only cognitive but also based on value - another value. By using fuzzy logic method is expected to determine the student model using criteria understanding the value and application of concepts (PPK) or such as cognitive value, the value of practice, and also attitude. The fuzzy logic method has three stages of the process of fuzzification, inference and defuzzification. The determination was made based on the model student of fuzzy logic using matlab toolbox that can be used as a reference as a tool in determining the model student. Determination of honor student using criteria such as cognitive values (PPK), the value of practice, and also the attitude which was subsequently processed using fuzzy logic method and the results will be displayed in accordance with input data that was entered by the user. With fuzzy logic methods can help schools in determining the student model, with fuzzy logic method has high accuracy in determining the student model and proven in the results of the questionnaire sheet, there are limitations in applying the matlab toolbox, such is the lack of a database to store input or output data.

Keywords: Student scores, determining the best students, fuzzy logic, Matlab





1.      PENDAHULUAN
Sekolah Menengah Atas adalah salah satu lembaga pendidikan tingkat atas yang mengajarkan ilmu pengetahuan atau tempat menuntut ilmu. Pendidikan tersebut akan mempengaruhi atau dapat merubah tingkah laku, akhlak, kepribadian, cara berfikir, kedewasaan dan lain-lain, karena dengan pendidikan tersebut diharapkan siswa/i sebagai anak didik bukan hanya memahami atau menguasai ilmu dan teknologi tetapi juga mempunyai akhlak dan kepribadian yang baik.
Pendidikan adalah usaha sadar dan bertujuan untuk mengembangkan kualitas manusia. Sebagai suatu kegiatan yang sadar akan tujuan, maka dalam pelaksanaannya berada dalam suatu proses yang berkesinambungan dalam setiap jenis dan jenjang pendidikan. Semuanya berkaitan dalam suatu sistem pendidikan yang integral.Pendidikan sebagai suatu sistem, tidak lain dari suatu totalitas fungsional yang terarah pada suatu tujuan. Setiap subsistem yang ada dalam sistem tersusun dan tidak dapat dipisahkan dari rangkaian unsur-unsur atau komponen-komponen yang berhubungan secara dinamis dalam suatu kesatuan.
Penentuan siswa terbaik pada SMA Budaya selama ini dilakukan dengan melihat nilai kognitif siswa yang tertinggi dan menurut hasil wawancara  itu sudah dilakukan sejak dahulu. Cara tersebut dinilai masih kurang objektif karena prestasi yang didapatkan siswa tidak hanya berdasarkan kognitif saja tetapi juga berdasarkan nilai kompetensi. Oleh karena itu diperlukan metode yang praktis yang dapat diterapkan untuk menentukan siswa teladan, dan disarankan dalam penentuan siswa teladan menggunakan metode logika fuzzy. Dengan menggunakan metode logika fuzzy diharapkan dapat menentukan siswa teladan dengan menggunakan kriteria seperti nilai Pemahaman dan Penerapan Konsep (PPK), nilai praktik, dan juga sikap.
Dari hal tersebut di atas maka dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut :
a. Bagaimana menentukan siswa teladan yang lebih objektif?
b. Bagaimana perbedaan dalam menentukan siswa teladan dengan berbasis logika fuzzy dengan sebelumnya?
     
2.      KERANGKA PEMIKIRAN
Sistem secara sederhana merupakan suatu kumpulan atau himpunan dari unsur-unsur, komponen atau variabel-variabel yang terorganisir, saling berinteraksi, saling ketergantungan satu dengan yang lainnya dan terpadu.
Menurut Fitzgerald (vide, Jogiyanto, 2005) mendefinisikan bahwa “Sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegitan atau untuk menyelesaikan suatu sasaran tertentu”.
Logika  Fuzzy  adalah  bagian  atau  salah  satu  metode  dalam  kecerdasan  buatan  (Artificial  Intelligence).  Dalam  logika  konvensional  nilai  kebenaran mempunyai kondisi yang pasti yaitu benar atau salah (true or false), dengan tidak ada kondisi di antara. Prinsip ini dikemukakan oleh Aristoteles sekitar 2000 tahun yang  lalu  sebagai  hukum  Excluded  Middle  dan  hukum  ini  telah  mendominasi pemikiran  logika  sampai  saat  ini.
Namun,  tentu  saja pemikiran mengenai  logika konvensional  dengan  nilai  kebenaran  yang  pasti  yaitu  benar  atau  salah  dalam kehidupan  nyata  sangatlah  tidak  cocok.  Logika  Fuzzy  merupakan  suatu  logika yang  dapat merepresentasikan  keadaan  yang  ada  di  dunia  nyata.  Teori  tentang himpunan  logika samar pertama kali dikemukakan oleh Prof. Lotfi Zadeh sekitar tahun  1965  pada  sebuah  makalah  yang  berjudul  “Fuzzy  Sets”.  Ia  berpendapat bahwa  logika  benar dan  salah dari  logika  boolean atau konvensional  tidak dapat mengatasi  masalah  yang  ada  pada  dunia  nyata.  Setelah  itu,  sejak  pertengahan 1970-an,  para  peneliti  Jepang  berhasil  mengaplikasikan  teori  ini  ke  dalam berbagai  permasalahan  praktis.  Tidak  seperti  logika  boolean,  logika  fuzzy mempunyai nilai yang kontinyu. Samar (fuzzy) dinyatakan dalam derajat dari suatu keanggotaan dan derajat dari kebenaran. Oleh  sebab  itu  sesuatu dapat dikatakan sebagian benar dan sebagian salah pada waktu yang bersamaan. Teori himpunan individu  dapat memiliki  derajat  keanggotaan  dengan  nilai  yang  kontinyu,  bukan hanya nol dan satu.
Fuzzy  inference  system  adalah  proses  merumuskan  pemetaan  dari  input yang  diberikan  ke  ouput  dengan menggunakan  logika  fuzzy.  Pemetaan  tersebut akan  menjadi  dasar  dari  keputusan  yang  akan  dibuat.  Proses  fuzzy  logic melibatkan  fungsi  keanggotaan, operator  logika  fuzzy,  dan  aturan  jika-maka  (if-then rule) (Goupeng, 2006). Dalam membangun sistem yang berbasis pada aturan fuzzy maka  akan  digunakan  variabel  linguistik. Variabel  linguistik  adalah  suatu interval  numerik  dan  mempunyai  nilai-nilai  linguistik,  yang  semantiknya didefinisikan  oleh  fungsi  keanggotaannya. Misalnya, suhu adalah  suatu  variabel linguistik  yang  bisa  didefinisikan  pada  interval  (-100C,  400C). Variabel  tersebut bisa  memiliki  nilai-nilai  linguistik  seperti  ”Dingin”,  ”Hangat”,  ”Panas”  yang semantiknya didefinisikan oleh  fungsi-fungsi keanggotaan  tertentu. Suatu  sistem berbasis aturan  fuzzy  terdiri dari  tiga komponen utama: Fuzzification, Inference (Penalaran) dan Defuzzification seperti terlihat pada gambar di bawah ini (Suyanto, 2008):
 















      Gambar I.1.
Tiga Komponen Sistem berbasis   fuzzy Sumber: Suyanto(2008)

a.  Fuzzification
Fuzzification  berfungsi  untuk  mengubah  masukan-masukan  yang  nilai kebenarannya  bersifat  pasti  (crisp  input)  ke  dalam  bentuk  fuzzy  input,  yang berupa  nilai  linguistik  yang  semantiknya  ditentukan  berdasarkan  fungsi keanggotaan tertentu.
b.  Inference
Inference melakukan penalaran menggunakan fuzzy input dan fuzzy rules yang telah  ditentukan  sehingga  menghasilkan  fuzzy  output.  Proses  inference memperhitungkan semua aturan yang ada dalam basis pengetahuan. Hasil dari proses  inference  dipresentasikan  oleh  suatu  fuzzy  set  untuk  setiap  variabel bebas (pada consequent). Derajat keanggotaan untuk setiap nilai variabel tidak bebas  menyatakan  ukuran  kompabilitas  terhadap  variabel  bebas  (pada antecedent).

c.  DeFuzzification
DeFuzzification  atau  penegasan  berfungsi  untuk  mengubah  fuzzy  output  menjadi crisp value berdasarkan fungsi keanggotaan yang telah ditentukan.

Secara garis besar proses pada fuzzy logic dapat digambarkan sebagai berikut: 
Gambar I.2.
Proses pada logika fuzzy secara umum Sumber: Suyanto(2008)
            Ada  dua  jenis  sistem  inferensi  fuzzy  yang  berbeda  dalam  bagian deFuzzification yaitu tipe Mamdani dan tipe Sugeno. Tipe Mamdani mengharapkan fungsi output keanggotaan   menjadi  fuzzy set. Setelah proses penggabungan, ada fuzzy  set  untuk  setiap  output  variabel  yang  perlu  deFuzzification  yang  berfungsi untuk  mengintegrasikan  dan  menemukan  defuzzified  output  dan  juga memungkinkan untuk menggunakan rata-rata tertimbang dari beberapa data. Tipe Sugeno mendukung  sistem model  jenis  ini. Pada  umumnya,  sistem  tipe Sugeno dapat  digunakan  untuk  model  sistem  kesimpulan  apapun,  di  mana  keluaran fungsi-fungsi keanggotaan adalah linier atau konstan. Logika fuzzy telah diterapkan dalam aplikasi di berbagai bidang baik itu mencakup bidang industri, ekonomi, manajemen, psikologi, teknik maupun bidang – bidang lainnya.

3.      METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah model eksperimen. Penelitian eksperimen ini bertujuan untuk menentukan siswa teladan berbasis logika fuzzy dengan memasukkan parameter-parameter. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh penulis secara langsung dari sumber dengan melakukan pengambilan data siswa pada SMA Budaya Jakarta. Dalam melakukan pengumpulan data penulis menggunakan cara observasi yaitu pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan langsung yang berkaitan dengan objek penelitian dan pengamatan ini dilakukan di SMA Budaya Jakarta dengan cara pengambilan sampel (sampling), yaitu pemilihan sejumlah item tertentu dari seluruh item yang ada dengan tujuan mempelajari sebagian item tersebut untuk mewakili seluruh itemnya. Sebagian item yang dipilih disebut sampel-sampel (samples). Sedang seluruh item yang ada disebut populasi (population).
Dalam penelitian ini diasumsikan bahwa nilai PPK, nilai Praktik dan nilai Sikap pada dasarnya dapat menentukan siswa teladan lebih tepat. Jadi ketiga parameter tersebut akan dijadikan sebagai masukan untuk sistem yang dirancang. Dengan bantuan literatur data, wawancara dan diskusi dengan guru – guru yang mengajar serta bagian kurikulum pada SMA Budaya, maka dapat diperoleh kesimpulan yang dijelaskan parameter untuk fuzzification input dan output sebagai berikut:
1. Nilai PPK mempunyai tiga nilai linguistik (Baik, Cukup dan Kurang)
2. Nilai Praktik mempunyai nilai linguistik (Baik, Cukup, Kurang)
3. Nilai Sikap mempunyai nilai linguistik (Baik, Cukup, Kurang)
4. Nilai Kompetensi sebagai output mempunyai nilai linguistik (Sangat baik, Baik, Kurang Baik).
Selanjutnya akan dijelaskan dari tahapan – tahapan dalam pendekatan logika fuzzy:
A. Proses fuzzifikasi
Secara lebih detail dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Nilai PPK
Nilai Linguistik
Interval
Kurang
 0 - 60
Cukup
45 - 75
Baik
60 - 100

ekspresi untuk fungsi keanggotaan fuzzy (Kusumadewi, 2010):



Representasi dengan grafik dapat digambarkan sebagai berikut:
           

Gambar I.3.
Grafik Keanggotaan untuk Nilai PPK

2. Nilai Praktik
Tabel I.2. Nilai lingustik Nilai Praktik
Nilai Linguistik
Interval
Kurang
 0 - 60
Cukup
45 - 75
Baik
60 - 100

ekspresi untuk fungsi keanggotaan fuzzy, (Kusumadewi, 2010) :



 Representasi dengan grafik dapat digambarkan sebagai berikut:


Gambar I.4.
Grafik keanggotaan untuk Nilai Praktik





3. Nilai Sikap
Tabel I.3. Nilai lingustik Nilai Sikap
Nilai Linguistik
Interval
Kurang
0 – 2,5
Cukup
2 – 3
Baik
2,5 - 4

 ekspresi untuk fungsi keanggotaan fuzzy, (Kusumadewi, 2010) :




Representasi dengan grafik dapat digambarkan sebagai berikut:
           


Gambar I.5..
Grafik keanggotaan untuk Nilai Sikap


4. Nilai Kompetensi

Tabel I.4.
Nilai lingustik Nilai Kompetensi
Nilai Linguistik
Interval
Kurang Baik
 0 - 90
Baik
85 - 95
Sangat Baik
90 - 100

ekspresi untuk fungsi keanggotaan fuzzy, (Kusumadewi 2010) :



Representasi dengan grafik dapat digambarkan sebagai berikut:

           


Gambar I.6.
Grafik keanggotaan untuk Nilai Kompetensi


B. Proses Inferensi
Dengan menggunakan logika fuzzy maka didapatkan Nilai Kompetensi yang dapat menunjukan siswa – siswa teladan, sebagai berikut:





Tabel I.5.
Aturan fuzzy untuk menentukan siswa teladan
Aturan
Input
Output
Nilai PPK
Nilai Praktik
Nilai Sikap
Nilai Kompetensi
Aturan 1
Kurang
Kurang
Kurang
Kurang Baik
Aturan 2
Kurang
Kurang
Cukup
Kurang Baik
Aturan 3
Kurang
Kurang
Baik
Kurang Baik
Aturan 4
Kurang
Cukup
Kurang
Kurang baik
Aturan 5
Kurang
Cukup
Cukup
Kurang Baik
Aturan 6
Kurang
Cukup
Baik
Kurang Baik
Aturan 7
Kurang
Baik
Kurang
Kurang Baik
Aturan 8
Kurang
Baik
Cukup
Kurang Baik
Aturan 9
Kurang
Baik
Baik
Kurang Baik
Aturan 10
Cukup
Kurang
Kurang
Kurang Baik
Aturan 11
Cukup
Kurang
Cukup
Kurang Baik
Aturan 12
Cukup
Kurang
Baik
Kurang Baik
Aturan 13
Cukup
Cukup
Kurang
Kurang Baik
Aturan 14
Cukup
Cukup
Cukup
Baik
Aturan 15
Cukup
Cukup
Baik
Baik
Aturan 16
Cukup
Baik
Kurang
Kurang Baik
Aturan 17
Cukup
Baik
Cukup
Baik
Aturan 18
Cukup
Baik
Baik
Baik
Aturan 19
Baik
Kurang
Kurang
Kurang Baik
Aturan 20
Baik
Kurang
Cukup
Kurang Baik
Aturan 21
Baik
Kurang
Baik
Kurang Baik
Aturan 22
Baik
Cukup
Kurang
Kurang Baik
Aturan 23
Baik
Cukup
Cukup
Baik
Aturan 24
Baik
Cukup
Baik
Baik
Aturan 25
Baik
Baik
Kurang
Kurang Baik
Aturan 26
Baik
Baik
Cukup
Baik
Aturan 27
Baik
Baik
Baik
Sangat Baik

Dengan melihat tabel sebelumnya dapat diuraikan aturan fuzzy sebagai berikut:
Aturan 1 : Jika Nilai PPK Kurang dan Nilai Praktik Kurang dan Nilai Sikap Kurang maka Nilai Kompetensinya Kurang Baik
Aturan 2 : Jika Nilai PPK Kurang dan Nilai Praktik Kurang dan Nilai Sikap Cukup maka Nilai Kompetensinya Kurang Baik
Aturan 3 : Jika Nilai PPK Kurang dan Nilai Praktik Kurang dan Nilai Sikap Baik maka Nilai Kompetensinya Kurang Baik
Aturan 4 : Jika Nilai PPK Kurang dan Nilai Praktik Cukup dan Nilai Sikap Kurang maka Nilai Kompetensinya Kurang Baik
Aturan 5 : Jika Nilai PPK Kurang dan Nilai Praktik Cukup dan Nilai Sikap Cukup maka Nilai Kompetensinya Kurang Baik
Aturan 6 : Jika Nilai PPK Kurang dan Nilai Praktik Cukup dan Nilai Sikap Baik maka Nilai Kompetensinya Kurang Baik
Selanjutnya untuk aturan ke 7 dan sampai dengan aturan ke 27 sama seperti aturan yang ada di atas berdasarkan dari tabel I.5.

C. Proses Defuzifikasi
Proses untuk menghitung derajat keanggotaan dapat diilustrasikan dengan contoh data pertama yang mempunyai Nilai PPK = 70, nilai praktik = 70 dan nilai sikap 3,0 sebagai berikut:
1.      Nilai PPK
Nilai PPK=70 pada nilai linguistik Cukup dan Bagus,
·         Semantik atau derajat keanggotaan untuk nilai linguistik Cukup dihitung menggunakan rumus, µ(χ)= (c-χ) / (c-b) di mana b = 45 dan c = 75. Sehingga derajat keanggotaan untuk Cukup adalah :
µ(70) =  (75-70) / (75-45)
          =  0,33
Derajat keanggotaan untuk nilai linguistik Bagus dihitung menggunakan rumus ,  µ(χ)= (χ-a) / (b-a) dimana a = 60 dan b = 100.
Dengan demikian, derajat keanggotaan untuk Bagus adalah :
      µ(70)= (70-60) / (100-60)
               = 0,25


2.      Nilai Praktik
Nilai Praktik=70 pada nilai linguistik Cukup dan Bagus,
·         Semantik atau derajat keanggotaan untuk nilai linguistik Cukup dihitung menggunakan rumus, µ(χ)= (c-χ) / (c-b) di mana b = 45 dan c = 75. Sehingga derajat keanggotaan untuk Cukup adalah :
µ(70) =  (75-70) / (75-45)
          =  0,33
·         Derajat keanggotaan untuk nilai linguistik Bagus dihitung menggunakan rumus ,  µ(χ)= (χ-a) / (b-a) dimana a = 60 dan b = 100.
Dengan demikian, derajat keanggotaan untuk Bagus adalah :
      µ(70)= (70-60) / (100-60)
               = 0,25

3.      Nilai Sikap
Nilai Sikap=3,0 pada nilai linguistik Cukup dan Bagus,
·         Semantik atau derajat keanggotaan untuk nilai linguistik Cukup dihitung menggunakan rumus, µ(χ)= (c-χ) / (c-b) di mana b = 2,5 dan c = 3. Sehingga derajat keanggotaan untuk Cukup adalah :
µ(3) =  (3-3) / (3-2,5)
          =  0
l  Derajat keanggotaan untuk nilai linguistik Bagus dihitung menggunakan rumus ,  µ(χ)= (χ-a) / (b-a) dimana a = 2,5 dan b = 4.
Dengan demikian, derajat keanggotaan untuk Bagus adalah :
      µ(3)= (3-2,5) / (4-2,5)
               = 0,33

Setelah derajat keanggotaan masing-masing dihitung, proses selanjutnya adalah menghitung defuzzifikasi dengan metode centroid method/center of grafity dengan rumus sebagai berikut:


di mana y adalah nilai crisp dan µR(y) adalah derajat keanggotaan dari y.
Sebagai contoh, proses defuzzifikasi untuk data pertama yang mempunyai Nilai PPK = 70, nilai praktik = 70 dan nilai sikap 3,0 dihasilkan nilai sebagai berikut:

(70*0,17)+(70*0,25)+    (70*0,17)+(70*0,25)+(3*0)+(3*0,33)
y=                           (0,17+0,25+0,17+0,25+0+0,33)*6

y=   8.52

Jika dilihat berdasarkan range pada nilai kompetensi 8.52 masuk pada tingkatan cukup 0.17 dan baik 0.25.


4.      KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan,  maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
a.       Untuk menentukan siswa teladan yang lebih objektif dapat menggunakan tiga variable yaitu nilai PPK, nilai Praktik dan nilai sikap.
b.      Ada perbedaan untuk siswa teladan antara sistem sebelumnya dengan sistem penentuan siswa teladan yang berbasis logika fuzzy dengan bantuan toolbox matlab. Fia Santika sebagai siswa teladan pada sistem sebelumnya, sedangkan hasil dari sistem yang baru Ahmad Ferdiansya yang sebagai siswa teladan.
c.       Dengan metode logika fuzzy dapat membantu sekolahan dalam menentukan siswa teladan.
d.      Dengan menggunakan tiga variable nilai PPK, nilai Praktik dan nilai sikap yang diproses dengan metode logika fuzzy mempunyai akurasi yang tinggi dalam menentukan siswa teladan dan terbukti dalam lembar hasil kuesioner yang diberikan kepada pihak-pihak yang bersangkutan.
e.       Masih ada keterbatasan dalam menerapkan toolbox matlab, diantaranya adalah tidak adanya database untuk menyimpan masukan ataupun keluaran data.

5.      DAFTAR PUSTAKA
Goupeng, Z. (2006). Data Analysis With Fuzzy Inference System. In Computational Intelligence: Method and Application. Singapore: School of Computer Engineering, Nanyang Technological University.
Jogiyanto H.M. (2005). Analisa dan Desain Sistem. Pendekatan Teori dan Praktek Aplikasi Bisnis. Andi Ofset. Yogyakarta.
Kusumadewi, Sri. (2010). Aplikasi Logika Fuzzy Untuk Pendukung Keputusan. Edisi Kedua. Cetakan Pertama. Graha Ilmu. Yogyakarta
Suyanto. (2008). Soft Computing Membangun Mesin Ber-IQ Tinggi. Bandung: Informatika.
www.mathworks.com. (n.d.). Retrieved Desember 18, 2009, from http://www.mathworks.com/access/helpdesk/help/toolbox/fuzzy/fp351dup8. html.




Link murottal Al Qur'an Juz 1 sampai jus 30

Ini link murottal Semoga bermanfaat Mishary Rasyid per Juz....  Juz 1 ⇨ http://j.mp/2b8SiNO Juz 2 ⇨ http://j.mp/2b8RJmQ Juz 3...