========================================================================
PENENTUAN SISWA
TELADAN BERBASIS LOGIKA FUZZY PADA SMA BUDAYA JAKARTA
Andi
Saryoko
Dosen AMIK Bina Sarana Informatika (AMIK BSI)
Jakarta,
Abstrak
Menentukan siswa terbaik di SMA Budaya Jakarta telah dilakukan dengan
melihat nilai kognitif siswa yang tertinggi. Cara itu masih dianggap kurang
obyektif karena prestasi yang diperoleh oleh siswa tidak hanya didasarkan
kognitif tetapi juga berdasarkan nilai - nilai lain. Dengan menggunakan metode
logika fuzzy diharapkan untuk menentukan model siswa menggunakan kriteria
seperti nilai Pemahaman dan Penerapan Konsep (PPK) atau sering disebut nilai
kognitif, nilai praktek, dan juga logika fuzzy sikap.Metode memiliki tiga
tahapan proses fuzzifikasi, inferensi dan defuzzifikasi. Penentuan tersebut
dibuat berdasarkan pada mahasiswa model fuzzy logic menggunakan matlab toolbox
yang dapat digunakan sebagai referensi sebagai alat dalam menentukan siswa
teladan. Penentuan siswa kehormatan menggunakan kriteria seperti nilai kognitif
(PPK), nilai praktek, dan juga sikap yang kemudian diolah menggunakan metode
fuzzy logic dan hasilnya akan ditampilkan sesuai dengan input data yang
dimasukkan oleh pengguna. dengan metode logika fuzzy dapat membantu sekolah
dalam menentukan model siswa, dengan metode logika fuzzy memiliki akurasi
tinggi dalam menentukan model siswa dan terbukti dalam hasil dari lembar
kuesioner, ada keterbatasan dalam menerapkan toolbox Matlab, seperti kurangnya database
untuk menyimpan input atau output data.
Kata kunci: Nilai siswa, penentuan siswa terbaik, logika fuzzy, Matlab
Abstract
Determining the best students at the high school culture has
been done by looking at students' cognitive value of the highest. The way it is
still considered less objective because the achievements obtained by students
based not only cognitive but also based on value - another value. By using
fuzzy logic method is expected to determine the student model using criteria understanding
the value and application of concepts (PPK) or such as cognitive value, the
value of practice, and also attitude. The fuzzy logic method has three stages
of the process of fuzzification, inference and defuzzification. The
determination was made based on the model student of fuzzy logic using matlab
toolbox that can be used as a reference as a tool in determining the model
student. Determination of honor student using criteria such as cognitive values
(PPK), the value of practice, and also the attitude which was subsequently
processed using fuzzy logic method and the results will be displayed in
accordance with input data that was entered by the user. With fuzzy
logic methods can help schools in determining the student model, with fuzzy
logic method has high accuracy in determining the student model and proven in
the results of the questionnaire sheet, there are limitations in applying the
matlab toolbox, such is the lack of a database to store input or output data.
Keywords:
Student scores, determining the best students,
fuzzy logic, Matlab
1.
PENDAHULUAN
Sekolah Menengah Atas adalah salah satu lembaga pendidikan tingkat atas
yang mengajarkan ilmu pengetahuan atau tempat menuntut ilmu. Pendidikan
tersebut akan mempengaruhi atau dapat merubah tingkah laku, akhlak,
kepribadian, cara berfikir, kedewasaan dan lain-lain, karena dengan pendidikan
tersebut diharapkan siswa/i sebagai anak didik bukan hanya memahami atau
menguasai ilmu dan teknologi tetapi juga mempunyai akhlak dan kepribadian yang
baik.
Pendidikan adalah usaha sadar dan bertujuan untuk mengembangkan
kualitas manusia. Sebagai suatu kegiatan yang sadar akan tujuan, maka dalam
pelaksanaannya berada dalam suatu proses yang berkesinambungan dalam setiap
jenis dan jenjang pendidikan. Semuanya berkaitan dalam suatu sistem pendidikan
yang integral.Pendidikan sebagai suatu sistem, tidak lain dari suatu totalitas
fungsional yang terarah pada suatu tujuan. Setiap subsistem yang ada dalam
sistem tersusun dan tidak dapat dipisahkan dari rangkaian unsur-unsur atau
komponen-komponen yang berhubungan secara dinamis dalam suatu kesatuan.
Penentuan siswa terbaik pada SMA Budaya selama ini dilakukan dengan
melihat nilai kognitif siswa yang tertinggi dan menurut hasil wawancara itu sudah dilakukan sejak dahulu. Cara
tersebut dinilai masih kurang objektif karena prestasi yang didapatkan siswa
tidak hanya berdasarkan kognitif saja tetapi juga berdasarkan nilai kompetensi.
Oleh karena itu diperlukan metode yang praktis yang dapat diterapkan untuk
menentukan siswa teladan, dan disarankan dalam penentuan siswa teladan
menggunakan metode logika fuzzy. Dengan menggunakan metode logika fuzzy diharapkan dapat menentukan siswa
teladan dengan menggunakan kriteria seperti nilai Pemahaman dan Penerapan
Konsep (PPK), nilai praktik, dan juga sikap.
Dari hal tersebut di atas maka
dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut :
a. Bagaimana menentukan siswa teladan yang lebih
objektif?
b. Bagaimana perbedaan dalam menentukan siswa teladan
dengan berbasis logika fuzzy dengan sebelumnya?
2. KERANGKA PEMIKIRAN
Sistem
secara sederhana merupakan suatu kumpulan atau himpunan dari unsur-unsur,
komponen atau variabel-variabel yang terorganisir, saling berinteraksi, saling
ketergantungan satu dengan yang lainnya dan terpadu.
Menurut
Fitzgerald (vide, Jogiyanto, 2005) mendefinisikan bahwa “Sistem adalah suatu
jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul
bersama-sama untuk melakukan suatu kegitan atau untuk menyelesaikan suatu
sasaran tertentu”.
Logika Fuzzy adalah bagian
atau salah satu
metode dalam kecerdasan
buatan (Artificial Intelligence). Dalam
logika konvensional nilai
kebenaran mempunyai kondisi yang pasti yaitu benar atau salah (true or false), dengan tidak ada kondisi
di antara. Prinsip ini dikemukakan oleh Aristoteles sekitar 2000 tahun
yang lalu sebagai
hukum Excluded Middle dan
hukum ini telah
mendominasi pemikiran logika sampai
saat ini.
Namun, tentu saja pemikiran mengenai logika konvensional dengan
nilai kebenaran yang
pasti yaitu benar
atau salah dalam kehidupan nyata
sangatlah tidak cocok.
Logika Fuzzy merupakan suatu
logika yang dapat
merepresentasikan keadaan yang
ada di dunia
nyata. Teori tentang himpunan logika samar pertama kali dikemukakan oleh
Prof. Lotfi Zadeh sekitar tahun
1965 pada sebuah
makalah yang berjudul
“Fuzzy Sets”.
Ia berpendapat bahwa logika
benar dan salah dari logika
boolean atau konvensional tidak
dapat mengatasi masalah yang
ada pada dunia
nyata. Setelah itu, sejak
pertengahan 1970-an, para peneliti
Jepang berhasil mengaplikasikan teori
ini ke dalam berbagai permasalahan
praktis. Tidak seperti
logika boolean, logika
fuzzy mempunyai nilai yang kontinyu.
Samar (fuzzy) dinyatakan dalam
derajat dari suatu keanggotaan dan derajat dari kebenaran. Oleh sebab
itu sesuatu dapat dikatakan
sebagian benar dan sebagian salah pada waktu yang bersamaan. Teori himpunan
individu dapat memiliki derajat
keanggotaan dengan nilai
yang kontinyu, bukan hanya nol dan satu.
Fuzzy inference
system
adalah proses merumuskan
pemetaan dari input
yang diberikan ke ouput
dengan menggunakan logika fuzzy. Pemetaan
tersebut akan menjadi dasar
dari keputusan yang
akan dibuat. Proses
fuzzy logic melibatkan fungsi
keanggotaan, operator logika fuzzy, dan
aturan jika-maka (if-then
rule) (Goupeng, 2006). Dalam membangun sistem yang berbasis pada aturan fuzzy maka akan
digunakan variabel linguistik. Variabel linguistik
adalah suatu interval numerik
dan mempunyai nilai-nilai
linguistik, yang semantiknya didefinisikan oleh
fungsi keanggotaannya. Misalnya,
suhu adalah suatu variabel linguistik yang
bisa didefinisikan pada interval (-100C,
400C). Variabel tersebut
bisa memiliki nilai-nilai
linguistik seperti ”Dingin”,
”Hangat”, ”Panas” yang semantiknya didefinisikan oleh fungsi-fungsi keanggotaan tertentu. Suatu sistem berbasis aturan fuzzy terdiri dari
tiga komponen utama: Fuzzification, Inference (Penalaran)
dan Defuzzification seperti terlihat pada gambar di bawah ini (Suyanto,
2008):
Gambar
I.1.
Tiga Komponen Sistem berbasis fuzzy Sumber:
Suyanto(2008)
a. Fuzzification
Fuzzification berfungsi untuk
mengubah masukan-masukan yang
nilai kebenarannya bersifat pasti
(crisp input)
ke dalam bentuk
fuzzy input, yang berupa
nilai linguistik yang
semantiknya ditentukan berdasarkan
fungsi keanggotaan tertentu.
b. Inference
Inference melakukan penalaran menggunakan fuzzy
input dan fuzzy rules yang
telah ditentukan sehingga
menghasilkan fuzzy output. Proses inference
memperhitungkan semua aturan yang ada dalam basis pengetahuan. Hasil dari
proses inference dipresentasikan oleh
suatu fuzzy set untuk
setiap variabel bebas (pada consequent). Derajat keanggotaan untuk
setiap nilai variabel tidak bebas
menyatakan ukuran kompabilitas
terhadap variabel bebas
(pada antecedent).
c. DeFuzzification
DeFuzzification atau
penegasan berfungsi untuk
mengubah fuzzy output menjadi crisp value berdasarkan fungsi
keanggotaan yang telah ditentukan.
Secara garis besar proses pada fuzzy logic dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar I.2.
Proses pada logika fuzzy secara umum Sumber: Suyanto(2008)
Ada
dua jenis sistem
inferensi fuzzy yang berbeda
dalam bagian deFuzzification yaitu tipe Mamdani dan tipe Sugeno. Tipe Mamdani
mengharapkan fungsi output
keanggotaan menjadi fuzzy
set. Setelah proses penggabungan, ada fuzzy set
untuk setiap output variabel
yang perlu deFuzzification yang
berfungsi untuk
mengintegrasikan dan menemukan
defuzzified output dan
juga memungkinkan untuk menggunakan rata-rata tertimbang dari beberapa
data. Tipe Sugeno mendukung sistem
model jenis ini. Pada
umumnya, sistem tipe Sugeno dapat digunakan
untuk model sistem
kesimpulan apapun, di
mana keluaran fungsi-fungsi
keanggotaan adalah linier atau konstan. Logika fuzzy telah diterapkan dalam aplikasi di berbagai bidang baik itu
mencakup bidang industri, ekonomi, manajemen, psikologi, teknik maupun bidang –
bidang lainnya.
3. METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah model eksperimen. Penelitian
eksperimen ini bertujuan untuk menentukan siswa teladan berbasis logika fuzzy
dengan memasukkan parameter-parameter. Jenis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data primer yang diperoleh penulis secara langsung dari
sumber dengan melakukan pengambilan data siswa pada SMA Budaya Jakarta. Dalam
melakukan pengumpulan data penulis menggunakan cara observasi yaitu pengumpulan
data dilakukan melalui pengamatan langsung yang berkaitan dengan objek
penelitian dan pengamatan ini dilakukan di SMA Budaya Jakarta dengan cara
pengambilan sampel (sampling), yaitu pemilihan sejumlah item tertentu
dari seluruh item yang ada dengan tujuan mempelajari sebagian item tersebut
untuk mewakili seluruh itemnya. Sebagian item yang dipilih disebut
sampel-sampel (samples). Sedang seluruh item yang ada disebut populasi (population).
Dalam penelitian ini diasumsikan bahwa
nilai PPK, nilai Praktik dan nilai Sikap pada dasarnya dapat menentukan siswa
teladan lebih tepat. Jadi ketiga parameter tersebut akan dijadikan sebagai
masukan untuk sistem yang dirancang. Dengan bantuan literatur data, wawancara
dan diskusi dengan guru – guru yang mengajar serta bagian kurikulum pada SMA
Budaya, maka dapat diperoleh kesimpulan yang dijelaskan parameter untuk fuzzification
input dan output sebagai berikut:
1. Nilai PPK mempunyai tiga nilai linguistik (Baik,
Cukup dan Kurang)
2. Nilai Praktik mempunyai nilai linguistik (Baik,
Cukup, Kurang)
3. Nilai Sikap mempunyai nilai linguistik (Baik,
Cukup, Kurang)
4. Nilai Kompetensi sebagai output mempunyai nilai linguistik (Sangat baik, Baik, Kurang Baik).
Selanjutnya akan dijelaskan dari tahapan
– tahapan dalam pendekatan logika fuzzy:
A. Proses fuzzifikasi
Secara lebih detail dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Nilai PPK
Nilai Linguistik
|
Interval
|
Kurang
|
0 -
60
|
Cukup
|
45 - 75
|
Baik
|
60 - 100
|
ekspresi untuk fungsi keanggotaan fuzzy (Kusumadewi, 2010):
Representasi dengan grafik dapat digambarkan
sebagai berikut:
Gambar I.3.
Grafik Keanggotaan untuk Nilai
PPK
2. Nilai Praktik
Tabel I.2. Nilai lingustik
Nilai Praktik
Nilai Linguistik
|
Interval
|
Kurang
|
0 - 60
|
Cukup
|
45 - 75
|
Baik
|
60 - 100
|
ekspresi
untuk fungsi keanggotaan fuzzy, (Kusumadewi, 2010) :
Representasi dengan grafik dapat
digambarkan sebagai berikut:
Gambar I.4.
Grafik keanggotaan untuk Nilai
Praktik
3. Nilai Sikap
Tabel I.3. Nilai lingustik
Nilai Sikap
Nilai Linguistik
|
Interval
|
Kurang
|
0 – 2,5
|
Cukup
|
2 – 3
|
Baik
|
2,5 - 4
|
ekspresi
untuk fungsi keanggotaan fuzzy, (Kusumadewi, 2010) :
Representasi dengan grafik dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar I.5..
Grafik keanggotaan untuk Nilai
Sikap
4. Nilai Kompetensi
Tabel I.4.
Nilai lingustik Nilai
Kompetensi
Nilai Linguistik
|
Interval
|
Kurang Baik
|
0 - 90
|
Baik
|
85 - 95
|
Sangat Baik
|
90 - 100
|
ekspresi
untuk fungsi keanggotaan fuzzy, (Kusumadewi 2010) :
Representasi dengan grafik dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar I.6.
Grafik keanggotaan untuk Nilai
Kompetensi
B. Proses Inferensi
Dengan menggunakan logika fuzzy maka
didapatkan Nilai Kompetensi yang dapat menunjukan siswa – siswa teladan,
sebagai berikut:
Tabel I.5.
Aturan fuzzy untuk menentukan
siswa teladan
Aturan
|
Input
|
Output
|
||
Nilai PPK
|
Nilai Praktik
|
Nilai Sikap
|
Nilai Kompetensi
|
|
Aturan
1
|
Kurang
|
Kurang
|
Kurang
|
Kurang
Baik
|
Aturan
2
|
Kurang
|
Kurang
|
Cukup
|
Kurang
Baik
|
Aturan
3
|
Kurang
|
Kurang
|
Baik
|
Kurang
Baik
|
Aturan
4
|
Kurang
|
Cukup
|
Kurang
|
Kurang
baik
|
Aturan
5
|
Kurang
|
Cukup
|
Cukup
|
Kurang
Baik
|
Aturan
6
|
Kurang
|
Cukup
|
Baik
|
Kurang
Baik
|
Aturan
7
|
Kurang
|
Baik
|
Kurang
|
Kurang
Baik
|
Aturan
8
|
Kurang
|
Baik
|
Cukup
|
Kurang
Baik
|
Aturan
9
|
Kurang
|
Baik
|
Baik
|
Kurang
Baik
|
Aturan
10
|
Cukup
|
Kurang
|
Kurang
|
Kurang
Baik
|
Aturan
11
|
Cukup
|
Kurang
|
Cukup
|
Kurang
Baik
|
Aturan
12
|
Cukup
|
Kurang
|
Baik
|
Kurang
Baik
|
Aturan
13
|
Cukup
|
Cukup
|
Kurang
|
Kurang
Baik
|
Aturan
14
|
Cukup
|
Cukup
|
Cukup
|
Baik
|
Aturan
15
|
Cukup
|
Cukup
|
Baik
|
Baik
|
Aturan
16
|
Cukup
|
Baik
|
Kurang
|
Kurang
Baik
|
Aturan
17
|
Cukup
|
Baik
|
Cukup
|
Baik
|
Aturan
18
|
Cukup
|
Baik
|
Baik
|
Baik
|
Aturan
19
|
Baik
|
Kurang
|
Kurang
|
Kurang
Baik
|
Aturan
20
|
Baik
|
Kurang
|
Cukup
|
Kurang
Baik
|
Aturan
21
|
Baik
|
Kurang
|
Baik
|
Kurang
Baik
|
Aturan
22
|
Baik
|
Cukup
|
Kurang
|
Kurang
Baik
|
Aturan
23
|
Baik
|
Cukup
|
Cukup
|
Baik
|
Aturan
24
|
Baik
|
Cukup
|
Baik
|
Baik
|
Aturan
25
|
Baik
|
Baik
|
Kurang
|
Kurang
Baik
|
Aturan
26
|
Baik
|
Baik
|
Cukup
|
Baik
|
Aturan
27
|
Baik
|
Baik
|
Baik
|
Sangat
Baik
|
Dengan melihat tabel sebelumnya dapat diuraikan aturan fuzzy
sebagai berikut:
Aturan 1 : Jika Nilai
PPK Kurang dan Nilai Praktik Kurang dan Nilai Sikap Kurang maka Nilai
Kompetensinya Kurang Baik
Aturan 2 : Jika Nilai
PPK Kurang dan Nilai Praktik Kurang dan Nilai Sikap Cukup maka Nilai
Kompetensinya Kurang Baik
Aturan 3 : Jika Nilai
PPK Kurang dan Nilai Praktik Kurang dan Nilai Sikap Baik maka Nilai
Kompetensinya Kurang Baik
Aturan 4 : Jika Nilai PPK Kurang dan Nilai Praktik Cukup dan Nilai Sikap Kurang
maka Nilai Kompetensinya Kurang Baik
Aturan 5 : Jika Nilai PPK Kurang dan Nilai Praktik Cukup dan Nilai Sikap
Cukup maka Nilai Kompetensinya Kurang Baik
Aturan 6 : Jika Nilai PPK Kurang dan Nilai Praktik Cukup dan Nilai Sikap
Baik maka Nilai Kompetensinya Kurang Baik
Selanjutnya untuk aturan ke 7 dan sampai
dengan aturan ke 27 sama seperti aturan yang ada di atas berdasarkan dari tabel
I.5.
C. Proses Defuzifikasi
Proses untuk menghitung derajat keanggotaan
dapat diilustrasikan dengan contoh data pertama yang mempunyai Nilai PPK = 70,
nilai praktik = 70 dan nilai sikap 3,0 sebagai berikut:
1.
Nilai PPK
Nilai PPK=70 pada
nilai linguistik Cukup dan Bagus,
·
Semantik atau derajat keanggotaan untuk nilai linguistik Cukup dihitung menggunakan rumus, µ(χ)= (c-χ) / (c-b) di mana b = 45 dan c = 75. Sehingga derajat
keanggotaan untuk Cukup adalah :
µ(70) = (75-70) / (75-45)
=
0,33
Derajat keanggotaan
untuk nilai linguistik Bagus dihitung menggunakan rumus , µ(χ)=
(χ-a) / (b-a) dimana a = 60 dan b = 100.
Dengan demikian, derajat keanggotaan untuk Bagus adalah :
µ(70)= (70-60) /
(100-60)
= 0,25
2.
Nilai Praktik
Nilai Praktik=70
pada nilai linguistik Cukup dan Bagus,
·
Semantik atau derajat keanggotaan untuk nilai linguistik Cukup dihitung menggunakan rumus, µ(χ)= (c-χ) / (c-b) di mana b = 45 dan c = 75. Sehingga derajat
keanggotaan untuk Cukup adalah :
µ(70) = (75-70) / (75-45)
=
0,33
·
Derajat keanggotaan untuk nilai linguistik Bagus dihitung menggunakan rumus , µ(χ)= (χ-a) / (b-a) dimana a = 60 dan b = 100.
Dengan demikian, derajat keanggotaan untuk Bagus adalah :
µ(70)= (70-60) /
(100-60)
= 0,25
3.
Nilai Sikap
Nilai Sikap=3,0
pada nilai linguistik Cukup dan Bagus,
·
Semantik atau derajat keanggotaan untuk nilai linguistik Cukup dihitung menggunakan rumus, µ(χ)= (c-χ) / (c-b) di mana b = 2,5 dan c = 3. Sehingga derajat keanggotaan untuk Cukup adalah :
µ(3) = (3-3) / (3-2,5)
=
0
l Derajat keanggotaan untuk nilai linguistik Bagus dihitung menggunakan rumus , µ(χ)=
(χ-a) / (b-a) dimana a = 2,5 dan b = 4.
Dengan demikian, derajat keanggotaan untuk Bagus adalah :
µ(3)= (3-2,5) / (4-2,5)
= 0,33
Setelah derajat keanggotaan masing-masing
dihitung, proses selanjutnya adalah menghitung defuzzifikasi dengan metode centroid
method/center of grafity dengan rumus sebagai berikut:
di mana y adalah nilai crisp dan
µR(y) adalah derajat keanggotaan dari y.
Sebagai contoh, proses defuzzifikasi
untuk data pertama yang mempunyai Nilai PPK = 70, nilai praktik = 70 dan nilai
sikap 3,0 dihasilkan nilai sebagai berikut:
(70*0,17)+(70*0,25)+ (70*0,17)+(70*0,25)+(3*0)+(3*0,33)
y= (0,17+0,25+0,17+0,25+0+0,33)*6
y= 8.52
Jika dilihat berdasarkan range pada nilai kompetensi 8.52 masuk pada
tingkatan cukup 0.17 dan baik 0.25.
4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
a. Untuk menentukan siswa teladan yang lebih objektif dapat menggunakan tiga variable yaitu nilai PPK, nilai
Praktik dan nilai sikap.
b. Ada perbedaan untuk siswa teladan antara sistem
sebelumnya dengan sistem penentuan siswa teladan yang berbasis logika fuzzy
dengan bantuan toolbox matlab. Fia Santika sebagai siswa teladan pada sistem
sebelumnya, sedangkan hasil dari sistem yang baru Ahmad Ferdiansya yang sebagai
siswa teladan.
c.
Dengan metode logika fuzzy dapat membantu
sekolahan dalam menentukan siswa teladan.
d.
Dengan menggunakan tiga variable nilai PPK,
nilai Praktik dan nilai sikap yang diproses dengan metode logika fuzzy
mempunyai akurasi yang tinggi dalam menentukan siswa teladan dan terbukti dalam
lembar hasil kuesioner yang diberikan kepada pihak-pihak yang bersangkutan.
e.
Masih ada
keterbatasan dalam menerapkan toolbox matlab, diantaranya adalah tidak adanya
database untuk menyimpan masukan ataupun keluaran data.
5. DAFTAR PUSTAKA
Goupeng, Z. (2006).
Data Analysis With Fuzzy Inference System. In Computational Intelligence:
Method and Application. Singapore: School of Computer Engineering, Nanyang
Technological University.
Jogiyanto H.M.
(2005). Analisa dan Desain Sistem. Pendekatan Teori dan Praktek Aplikasi
Bisnis. Andi Ofset. Yogyakarta .
Kusumadewi, Sri.
(2010). Aplikasi Logika Fuzzy Untuk Pendukung Keputusan. Edisi Kedua. Cetakan
Pertama. Graha Ilmu. Yogyakarta
Suyanto. (2008). Soft Computing Membangun Mesin Ber-IQ Tinggi. Bandung:
Informatika.
www.mathworks.com. (n.d.). Retrieved
Desember 18, 2009, from http://www.mathworks.com/access/helpdesk/help/toolbox/fuzzy/fp351dup8.
html.
No comments:
Post a Comment