PENENTUAN SISWA
TELADAN BERBASIS LOGIKA FUZZY PADA SMA BUDAYA JAKARTA
Andi
Saryoko
Dosen AMIK Bina Sarana Informatika (AMIK BSI)
Jakarta,
Abstrak
Menentukan siswa terbaik di sekolah budaya
tinggi telah dilakukan dengan melihat nilai kognitif siswa yang tertinggi. Cara
itu masih dianggap kurang obyektif karena prestasi yang diperoleh oleh siswa
tidak hanya didasarkan kognitif tetapi juga berdasarkan nilai - nilai lain.
Dengan menggunakan metode logika fuzzy diharapkan untuk menentukan model siswa
menggunakan kriteria seperti nilai kognitif (PPK), nilai praktek, dan juga
logika fuzzy sikap.Metode memiliki tiga tahapan proses fuzzifikasi, inferensi
dan defuzzifikasi. Penentuan tersebut dibuat berdasarkan pada mahasiswa model
fuzzy logic menggunakan matlab toolbox yang dapat digunakan sebagai referensi
sebagai alat dalam menentukan siswa teladan. Penentuan siswa kehormatan
menggunakan kriteria seperti nilai kognitif (PPK), nilai praktek, dan juga
sikap yang kemudian diolah menggunakan metode fuzzy logic dan hasilnya akan
ditampilkan sesuai dengan input data yang dimasukkan oleh pengguna. dengan
metode logika fuzzy dapat membantu sekolah dalam menentukan model siswa, dengan
metode logika fuzzy memiliki akurasi tinggi dalam menentukan model siswa dan
terbukti dalam hasil dari lembar kuesioner, ada keterbatasan dalam menerapkan
toolbox Matlab, seperti adalah kurangnya database untuk menyimpan input atau
output data.
Kata kunci:
Honor mahasiswa, kehormatan penentuan
siswa, logika fuzzy, matlab
Abstract
Determining the best students at the high school culture has
been done by looking at students' cognitive value of the highest. The way it is
still considered less objective because the achievements obtained by students
based not only cognitive but also based on value - another value. By using
fuzzy logic method is expected to determine the student model using criteria
such as cognitive values (PPK), the value of practice, and also sikap.Metode
fuzzy logic has three stages of the process of fuzzification, inference and
defuzzification. The determination was made based on the model student of fuzzy
logic using matlab toolbox that can be used as a reference as a tool in
determining the model student. Determination of honor student using criteria
such as cognitive values (PPK), the value of practice, and also the attitude
which was subsequently processed using fuzzy logic method and the results will
be displayed in accordance with input data that was entered by the user. with
fuzzy logic methods can help schools in determining the student model, with
fuzzy logic method has high accuracy in determining the student model and
proven in the results of the questionnaire sheet, there are limitations in applying
the matlab toolbox, such is the lack of a database to store input or output
data.
Keywords:
Honor student, honor student determination, fuzzy logic, matlab
Honor student, honor student determination, fuzzy logic, matlab
1.
PENDAHULUAN
Sekolah Menengah Atas adalah salah satu lembaga pendidikan tingkat atas
yang mengajarkan ilmu pengetahuan atau tempat menuntut ilmu. Pendidikan
tersebut akan mempengaruhi atau dapat merubah tingkah laku, akhlak,
kepribadian, cara berfikir, kedewasaan dan lain-lain, karena dengan pendidikan
tersebut diharapkan siswa/i sebagai anak didik bukan hanya memahami atau
menguasai ilmu dan teknologi tetapi juga mempunyai akhlak dan kepribadian yang
baik.
Pendidikan adalah usaha sadar dan bertujuan untuk mengembangkan
kualitas manusia. Sebagai suatu kegiatan yang sadar akan tujuan, maka dalam
pelaksanaannya berada dalam suatu proses yang berkesinambungan dalam setiap
jenis dan jenjang pendidikan. Semuanya berkaitan dalam suatu sistem pendidikan
yang integral.Pendidikan sebagai suatu sistem, tidak lain dari suatu totalitas
fungsional yang terarah pada suatu tujuan. Setiap subsistem yang ada dalam
sistem tersusun dan tidak dapat dipisahkan dari rangkaian unsur-unsur atau
komponen-komponen yang berhubungan secara dinamis dalam suatu kesatuan.
Penentuan siswa terbaik pada SMA Budaya selama ini dilakukan dengan
melihat nilai kognitif siswa yang tertinggi dan menurut hasil wawancara itu sudah dilakukan sejak dahulu. Cara
tersebut dinilai masih kurang objektif karena prestasi yang didapatkan siswa
tidak hanya berdasarkan kognitif saja tetapi juga berdasarkan nilai kompetensi.
Oleh karena itu diperlukan metode yang praktis yang dapat diterapkan untuk
menentukan siswa teladan, dan disarankan dalam penentuan siswa teladan
menggunakan metode logika fuzzy. Dengan menggunakan metode logika fuzzy diharapkan dapat menentukan siswa
teladan dengan menggunakan kriteria seperti nilai kognitif (PPK), nilai
praktik, dan juga sikap.
Dari hal tersebut di atas maka
dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut :
a. Bagaimana menentukan siswa teladan yang lebih objektif?
b. Bagaimana perbedaan dalam menentukan siswa teladan
dengan berbasis logika fuzzy dengan sebelumnya?
2. KERANGKA PEMIKIRAN
Sistem
secara sederhana merupakan suatu kumpulan atau himpunan dari unsur-unsur,
komponen atau variabel-variabel yang terorganisir, saling berinteraksi, saling
ketergantungan satu dengan yang lainnya dan terpadu.
Menurut
Jerry Fitzgerald dalam Jogiyanto (2005:1) mendefinisikan bahwa “Sistem adalah
suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul
bersama-sama untuk melakukan suatu kegitan atau untuk menyelesaikan suatu
sasaran tertentu”.
Logika Fuzzy adalah bagian
atau salah satu
metode dalam kecerdasan
buatan (Artificial Intelligence). Dalam
logika konvensional nilai
kebenaran mempunyai kondisi yang pasti yaitu benar atau salah (true or false), dengan tidak ada kondisi
di antara. Prinsip ini dikemukakan oleh Aristoteles sekitar 2000 tahun
yang lalu sebagai
hukum Excluded Middle dan
hukum ini telah
mendominasi pemikiran logika sampai
saat ini.
Namun, tentu saja pemikiran mengenai logika konvensional dengan
nilai kebenaran yang
pasti yaitu benar
atau salah dalam kehidupan nyata
sangatlah tidak cocok.
Logika Fuzzy merupakan suatu
logika yang dapat merepresentasikan keadaan
yang ada di
dunia nyata. Teori
tentang himpunan logika samar
pertama kali dikemukakan oleh Prof. Lotfi Zadeh sekitar tahun 1965
pada sebuah makalah
yang berjudul “Fuzzy Sets”.
Ia berpendapat bahwa logika
benar dan salah dari logika
boolean atau konvensional tidak
dapat mengatasi masalah yang
ada pada dunia
nyata. Setelah itu, sejak
pertengahan 1970-an, para peneliti
Jepang berhasil mengaplikasikan teori
ini ke dalam berbagai permasalahan
praktis. Tidak seperti
logika boolean, logika
fuzzy mempunyai nilai yang
kontinyu. Samar (fuzzy) dinyatakan
dalam derajat dari suatu keanggotaan dan derajat dari kebenaran. Oleh sebab
itu sesuatu dapat dikatakan
sebagian benar dan sebagian salah pada waktu yang bersamaan. Teori himpunan
individu dapat memiliki derajat
keanggotaan dengan nilai
yang kontinyu, bukan hanya nol dan satu.
Fuzzy inference
system
adalah proses merumuskan
pemetaan dari input
yang diberikan ke ouput
dengan menggunakan logika fuzzy. Pemetaan
tersebut akan menjadi dasar
dari keputusan yang
akan dibuat. Proses
fuzzy logic melibatkan fungsi
keanggotaan, operator logika fuzzy, dan
aturan jika-maka (if-then
rule) (Goupeng, 2006). Dalam membangun sistem yang berbasis pada aturan fuzzy maka akan
digunakan variabel linguistik. Variabel linguistik
adalah suatu interval numerik
dan mempunyai nilai-nilai
linguistik, yang semantiknya didefinisikan oleh
fungsi keanggotaannya. Misalnya,
Suhu adalah suatu
variabel linguistik yang bisa
didefinisikan pada interval
(-100C, 400C). Variabel tersebut bisa
memiliki nilai-nilai linguistik
seperti ”Dingin”, ”Hangat”,
”Panas” yang semantiknya
didefinisikan oleh fungsi-fungsi keanggotaan tertentu. Suatu sistem berbasis aturan fuzzy terdiri dari
tiga komponen utama: Fuzzification, Inference (Penalaran)
dan Defuzzification seperti terlihat pada gambar di bawah ini (Suyanto,
2008):
Sumber: Suyanto(2008)
Gambar I.1.
Sistem berbasis aturan fuzzy
a. Fuzzification
Fuzzification berfungsi untuk
mengubah masukan-masukan yang
nilai kebenarannya bersifat pasti
(crisp input)
ke dalam bentuk
fuzzy input, yang berupa
nilai linguistik yang
semantiknya ditentukan berdasarkan
fungsi keanggotaan tertentu.
b. Inference
Inference melakukan penalaran menggunakan fuzzy
input dan fuzzy rules yang
telah ditentukan sehingga
menghasilkan fuzzy output. Proses inference
memperhitungkan semua aturan yang ada dalam basis pengetahuan. Hasil dari
proses inference dipresentasikan oleh
suatu fuzzy set untuk
setiap variabel bebas (pada consequent). Derajat keanggotaan untuk
setiap nilai variabel tidak bebas
menyatakan ukuran kompabilitas
terhadap variabel bebas
(pada antecedent).
c. DeFuzzification
DeFuzzification atau
penegasan berfungsi untuk
mengubah fuzzy output menjadi crisp value berdasarkan fungsi
keanggotaan yang telah ditentukan.
Secara garis besar proses pada fuzzy logic dapat digambarkan sebagai berikut:
Sumber:
Suyanto(2008)
Gambar I.2.
Proses pada logika fuzzy
Ada
dua jenis sistem
inferensi fuzzy yang berbeda
dalam bagian deFuzzification yaitu tipe mamdani dan tipe sugeno. Tipe Mamdani
mengharapkan fungsi output
keanggotaan menjadi fuzzy
set. Setelah proses penggabungan, ada fuzzy set
untuk setiap output variabel
yang perlu deFuzzification yang
berfungsi untuk
mengintegrasikan dan menemukan
defuzzified output dan
juga memungkinkan untuk menggunakan rata-rata tertimbang dari beberapa
data. Tipe Sugeno mendukung sistem
model jenis ini. Pada
umumnya, sistem tipe Sugeno dapat digunakan
untuk model sistem
kesimpulan apapun, di
mana keluaran fungsi-fungsi
keanggotaan adalah linier atau konstan. Logika fuzzy telah diterapkan dalam aplikasi di berbagai bidang baik itu
mencakup bidang industri, ekonomi, manajemen, psikologi, teknik maupun bidang –
bidang lainnya.
3. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
eksperimen. Penelitian eksperimen ini bertujuan untuk menentukan siswa teladan
berbasis logika fuzzy dengan memasukkan parameter-parameter. Jenis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh penulis secara
langsung dari sumber dengan melakukan pengambilan data siswa pada SMA Budaya
Jakarta. Dalam melakukan pengumpulan data penulis menggunakan cara observasi
yaitu pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan langsung yang berkaitan
dengan objek penelitian dan pengamatan ini dilakukan di SMA Budaya Jakarta
dengan cara pengambilan sampel (sampling), yaitu pemilihan sejumlah item
tertentu dari seluruh item yang ada dengan tujuan mempelajari sebagian item
tersebut untuk mewakili seluruh itemnya. Sebagian item yang dipilih disebut
sampel-sampel (samples). Sedang seluruh item yang ada disebut populasi (population).
Dalam penelitian ini diasumsikan bahwa
nilai PPK, nilai Praktik dan nilai Sikap pada dasarnya dapat menentukan siswa
teladan lebih tepat. Jadi ketiga parameter tersebut akan dijadikan sebagai
masukan untuk sistem yang dirancang. Dengan bantuan literatur data, wawancara
dan diskusi dengan guru – guru yang mengajar serta bagian kurikulum pada SMA
Budaya, maka dapat diperoleh kesimpulan yang dijelaskan parameter untuk fuzzification
input dan output sebagai berikut:
1. Nilai PPK mempunyai tiga nilai linguistik (Baik,
Cukup dan Kurang)
2. Nilai Praktik mempunyai nilai linguistik (Baik,
Cukup, Kurang)
3. Nilai Sikap mempunyai nilai linguistik (Baik, Cukup,
Kurang)
4. Nilai Kompetensi sebagai output mempunyai nilai linguistik (Sangat baik, Baik, Kurang Baik).
Selanjutnya akan dijelaskan dari tahapan
– tahapan dalam pendekatan logika fuzzy:
A. Proses fuzzifikasi
Secara lebih detail dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Nilai PPK
Nilai Linguistik
|
Interval
|
Kurang
|
0 -
60
|
Cukup
|
45 - 75
|
Baik
|
60 - 100
|
ekspresi untuk fungsi keanggotaan fuzzy, Kusumadewi
(2010:51):
1 x
≤ 60
ยตKurang (x)= (60-x) 0 ≤ x ≤ 60
(60-0)
(x-45) 45 ≤ x ≤ 60
(60-45)
ยตCukup (x)=
(75-x) 60 ≤ x ≤ 75
(75-60)
(x-60) 60 ≤ x ≤ 100
ยตBaik (x) =
(100-60)
1 x≥
100
Representasi dengan grafik dapat digambarkan
sebagai berikut:
Gambar I.3.
Grafik Keanggotaan
Nilai PPK
2. Nilai Praktik
Tabel I.2. Nilai
lingustik Nilai Praktik
Nilai Linguistik
|
Interval
|
Kurang
|
0 - 60
|
Cukup
|
45 - 75
|
Baik
|
60 - 100
|
ekspresi
untuk fungsi keanggotaan fuzzy, Kusumadewi (2010:51) :
1 x
≤ 60
ยตKurang
(x)= (60-x) 0 ≤ x ≤ 60
(60-0)
(x-60) 45 ≤ x ≤ 60
(75-45)
ยตCukup
(x)=
(75-x)
60 ≤ x ≤ 75
(75-60)
(x-60)
60 ≤ x ≤ 100
ยตBaik
(x) = (100-60)
1 x
≥ 100
Representasi dengan grafik dapat
digambarkan sebagai berikut:
Gambar I.4.
Grafik keanggotaan
Nilai Praktik
3. Nilai Sikap
Tabel I.3. Nilai
lingustik Nilai Sikap
Nilai Linguistik
|
Interval
|
Kurang
|
0 – 2,5
|
Cukup
|
2 – 3
|
Baik
|
2,5 - 4
|
ekspresi
untuk fungsi keanggotaan fuzzy, Kusumadewi (2010:51) :
1 x
≤ 2,5
ยตKurang
(x)= (2,5-x) 0 ≤ x ≤ 2,5
(2,5-0)
(x-2)
2 ≤ x ≤ 2,5
(2,5–2)
ยตCukup
(x)=
(3-x)
2,5 ≤ x ≤ 3
(3-2,5)
(x-2,5)
2,5 ≤ x ≤ 4
ยตBaik
(x) = (4-2,5)
1 x ≥ 4
Representasi dengan grafik dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar I.5..
Grafik keanggotaan
Nilai Sikap
4. Nilai Kompetensi
Tabel I.4.
Nilai lingustik
Nilai Kompetensi
Nilai Linguistik
|
Interval
|
Kurang Baik
|
0 - 90
|
Baik
|
85 - 95
|
Sangat Baik
|
90 - 100
|
ekspresi
untuk fungsi keanggotaan fuzzy, Kusumadewi (2010:51) :
1 x
≤ 90
ยตKurang
(x)= (90-x) 0 ≤ x ≤ 90
(90-0)
(x-85) 85 ≤ x ≤ 90
(90-85)
ยตCukup
(x)=
(95-x)
90 ≤ x ≤ 95
(95-90)
(x-90)
90 ≤ x ≤ 100
ยตBaik
(x) = (100-90)
1 x
≥ 100
Representasi dengan grafik dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar I.6.
Grafik keanggotaan
Nilai Kompetensi
B. Proses Inferensi
Dengan menggunakan logika fuzzy maka
didapatkan Nilai Kompetensi yang dapat menunjukan siswa – siswa teladan,
sebagai berikut:
Tabel I.5.
Aturan fuzzy untuk
menentukan siswa teladan
Aturan
|
Input
|
Output
|
||
Nilai PPK
|
Nilai Praktik
|
Nilai Sikap
|
Nilai Kompetensi
|
|
Aturan
1
|
Kurang
|
Kurang
|
Kurang
|
Kurang
Baik
|
Aturan
2
|
Kurang
|
Kurang
|
Cukup
|
Kurang
Baik
|
Aturan
3
|
Kurang
|
Kurang
|
Baik
|
Kurang
Baik
|
Aturan
4
|
Kurang
|
Cukup
|
Kurang
|
Kurang
baik
|
Aturan
5
|
Kurang
|
Cukup
|
Cukup
|
Kurang
Baik
|
Aturan
6
|
Kurang
|
Cukup
|
Baik
|
Kurang
Baik
|
Aturan
7
|
Kurang
|
Baik
|
Kurang
|
Kurang
Baik
|
Aturan
8
|
Kurang
|
Baik
|
Cukup
|
Kurang
Baik
|
Aturan
9
|
Kurang
|
Baik
|
Baik
|
Kurang
Baik
|
Aturan
10
|
Cukup
|
Kurang
|
Kurang
|
Kurang
Baik
|
Aturan
11
|
Cukup
|
Kurang
|
Cukup
|
Kurang
Baik
|
Aturan
12
|
Cukup
|
Kurang
|
Baik
|
Kurang
Baik
|
Aturan
13
|
Cukup
|
Cukup
|
Kurang
|
Kurang
Baik
|
Aturan
14
|
Cukup
|
Cukup
|
Cukup
|
Baik
|
Aturan
15
|
Cukup
|
Cukup
|
Baik
|
Baik
|
Aturan
16
|
Cukup
|
Baik
|
Kurang
|
Kurang
Baik
|
Aturan
17
|
Cukup
|
Baik
|
Cukup
|
Baik
|
Aturan
18
|
Cukup
|
Baik
|
Baik
|
Baik
|
Aturan
19
|
Baik
|
Kurang
|
Kurang
|
Kurang
Baik
|
Aturan
20
|
Baik
|
Kurang
|
Cukup
|
Kurang
Baik
|
Aturan
21
|
Baik
|
Kurang
|
Baik
|
Kurang
Baik
|
Aturan
22
|
Baik
|
Cukup
|
Kurang
|
Kurang
Baik
|
Aturan
23
|
Baik
|
Cukup
|
Cukup
|
Baik
|
Aturan
24
|
Baik
|
Cukup
|
Baik
|
Baik
|
Aturan
25
|
Baik
|
Baik
|
Kurang
|
Kurang
Baik
|
Aturan
26
|
Baik
|
Baik
|
Cukup
|
Baik
|
Aturan
27
|
Baik
|
Baik
|
Baik
|
Sangat
Baik
|
Dengan melihat tabel sebelumnya dapat diuraikan aturan fuzzy
sebagai berikut:
Aturan 1 : Jika Nilai
PPK Kurang dan Nilai Praktik Kurang dan Nilai Sikap Kurang maka Nilai
Kompetensinya Kurang Baik
Aturan 2 : Jika Nilai
PPK Kurang dan Nilai Praktik Kurang dan Nilai Sikap Cukup maka Nilai
Kompetensinya Kurang Baik
Aturan 3 : Jika Nilai
PPK Kurang dan Nilai Praktik Kurang dan Nilai Sikap Baik maka Nilai
Kompetensinya Kurang Baik
Aturan 4 : Jika Nilai PPK Kurang dan Nilai Praktik Cukup dan Nilai Sikap
Kurang maka Nilai Kompetensinya Kurang Baik
Aturan 5 : Jika Nilai PPK Kurang dan Nilai Praktik Cukup dan Nilai Sikap
Cukup maka Nilai Kompetensinya Kurang Baik
Aturan 6 : Jika Nilai PPK Kurang dan Nilai Praktik Cukup dan Nilai Sikap
Baik maka Nilai Kompetensinya Kurang Baik
Selanjutnya untuk aturan ke 7 dan sampai
dengan aturan ke 27 sama seperti aturan yang ada di atas berdasarkan dari tabel
I.5.
C. Proses Defuzifikasi
Proses untuk menghitung derajat keanggotaan
dapat diilustrasikan dengan contoh data pertama yang mempunyai Nilai PPK = 70,
nilai praktik = 70 dan nilai sikap 3,0 sebagai berikut:
1.
Nilai PPK
Nilai PPK=70 pada
nilai linguistik Cukup dan Bagus,
·
Semantik atau derajat keanggotaan untuk nilai linguistik Cukup dihitung menggunakan rumus, ยต(ฯ)= (c-ฯ) / (c-b) di mana b = 45 dan c = 75. Sehingga derajat
keanggotaan untuk Cukup adalah :
ยต(70) = (75-70) / (75-45)
= 0,33
Derajat keanggotaan
untuk nilai linguistik Bagus dihitung menggunakan rumus , ยต(ฯ)=
(ฯ-a) / (b-a) dimana a = 60 dan b = 100.
Dengan demikian, derajat keanggotaan untuk Bagus adalah :
ยต(70)= (70-60) /
(100-60)
= 0,25
2.
Nilai Praktik
Nilai Praktik=70
pada nilai linguistik Cukup dan Bagus,
·
Semantik atau derajat keanggotaan untuk nilai linguistik Cukup dihitung menggunakan rumus, ยต(ฯ)= (c-ฯ) / (c-b) di mana b = 45 dan c = 75. Sehingga derajat
keanggotaan untuk Cukup adalah :
ยต(70) = (75-70) / (75-45)
=
0,33
·
Derajat keanggotaan untuk nilai linguistik Bagus dihitung menggunakan rumus , ยต(ฯ)= (ฯ-a) / (b-a) dimana a = 60 dan b = 100.
Dengan demikian, derajat keanggotaan untuk Bagus adalah :
ยต(70)= (70-60) /
(100-60)
= 0,25
3.
Nilai Sikap
Nilai Sikap=3,0
pada nilai linguistik Cukup dan Bagus,
·
Semantik atau derajat keanggotaan untuk nilai linguistik Cukup dihitung menggunakan rumus, ยต(ฯ)= (c-ฯ) / (c-b) di mana b = 2,5 dan c = 3. Sehingga derajat keanggotaan untuk Cukup adalah :
ยต(3) = (3-3) / (3-2,5)
=
0
l Derajat keanggotaan untuk nilai linguistik Bagus dihitung menggunakan rumus , ยต(ฯ)=
(ฯ-a) / (b-a) dimana a = 2,5 dan b = 4.
Dengan demikian, derajat keanggotaan untuk Bagus adalah :
ยต(3)= (3-2,5) / (4-2,5)
= 0,33
Setelah derajat keanggotaan masing-masing
dihitung, proses selanjutnya adalah menghitung defuzzifikasi dengan metode centroid
method/center of grafity dengan rumus sebagai berikut:
di mana y adalah nilai crisp dan
ยตR(y) adalah derajat keanggotaan dari y.
Sebagai contoh, proses defuzzifikasi
untuk data pertama yang mempunyai Nilai PPK = 70, nilai praktik = 70 dan nilai
sikap 3,0 dihasilkan nilai sebagai berikut:
(70*0,17)+(70*0,25)+ (70*0,17)+(70*0,25)+(3*0)+(3*0,33)
y= (0,17+0,25+0,17+0,25+0+0,33)*6
y= 8.52
Jika dilihat berdasarkan range pada nilai kompetensi 8.52 masuk pada
tingkatan cukup 0.17 dan baik 0.25.
4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
a. Untuk menentukan siswa teladan yang lebih objektif dapat menggunakan tiga variable yaitu nilai PPK, nilai
Praktik dan nilai sikap.
b. Ada perbedaan untuk siswa teladan antara sistem
sebelumnya dengan sistem penentuan siswa teladan yang berbasis logika fuzzy
dengan bantuan toolbox matlab. Fia Santika sebagai siswa teladan pada sistem
sebelumnya, sedangkan hasil dari sistem yang baru Ahmad Ferdiansya yang sebagai
siswa teladan.
c.
Dengan metode logika fuzzy dapat membantu
sekolahan dalam menentukan siswa teladan.
d.
Dengan menggunakan tiga variable nilai PPK,
nilai Praktik dan nilai sikap yang diproses dengan metode logika fuzzy
mempunyai akurasi yang tinggi dalam menentukan siswa teladan dan terbukti dalam
lembar hasil kuesioner yang diberikan kepada pihak-pihak yang bersangkutan.
e.
Masih ada
keterbatasan dalam menerapkan toolbox matlab, diantaranya adalah tidak adanya
database untuk menyimpan masukan ataupun keluaran data.
5. DAFTAR PUSTAKA
AllahVerdi N., S. I.
(2006). An Example of Determination of Medicine Dose in the Treatment by Fuzzy
Method. International Conference on Computer Systems and Technologies
(pp. III-16). Veliko Turnovo ,
Bulgaria :
Compsystech'2006.
AllahVerdi, N.
(2007). Design of A Fuzzy Expert System For Determination of Coronary Heart
Desease Risk. International Conference on Computer Systems and
Technologies, (pp. IIIA.14-1 - IIIA.14-8).
Asma Shaheen, W. A.
(2009). Intelligent Decision Support System in Diabetic eHealth Care from the
Perspective of Elder. Thesis Department of School of Computing
Bleking Institute of Technology Soft
Center , Sweden
.
Garcia, M. A. (2001).
An Expert System in Diabetes. South Central Conference (p. 166).
Consortium for Computing in Small
College .
Goupeng, Z. (2006).
Data Analysis With Fuzzy Inference System. In Computational Intelligence:
Method and Application. Singapore :
School of Computer Engineering, Nanyang
Technological University.
H-shin Chuan Chow,
C.-W. L.-H. (2004). Evaluating New Drugs by Fuzzy Inference System. International
Computer Symposium, (pp. 794-798). Taipei - Taiwan .
Jogiyanto H.M.
(2005). Analisa dan Desain Sistem. Pendekatan Teori dan Praktek Aplikasi
Bisnis. Andi Ofset. Yogyakarta .
Kusumadewi, Sri.
(2002). Analisa Desain Sistem Fuzzy menggunakan Tool Box Matlab. Edisi Pertama.
Cetakan pertama. Graha Ilmu. Yogyakarta
Kusumadewi, Sri.
(2009). Aplikasi Informatika Medis Untuk Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Secara Terpadu. SNATI .
Kusumadewi, Sri.
(2010). Aplikasi Logika Fuzzy Untuk Pendukung Keputusan. Edisi Kedua. Cetakan
Pertama. Graha Ilmu. Yogyakarta
Moursund, D. (2006). Brief
Introduction to Educational Implications of Artificial Intelligence. Oregon , US: University
of Oregon .
Petri Heinonen, M. M.
(2009). Development of a Fuzzy Expert System for a Nutritional Guidance. IFSA-EUSFLAT
, 1685-1690.
Sarwono, J. (2006). Metode
Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta :
Graha Ilmu.
Soegondo, S. (2005). Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus Terkini. In Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu (p. 17). Jakarta: Balai
Penerbit FK UI.
Suyanto. (2008). Soft Computing Membangun Mesin Ber-IQ Tinggi. Bandung:
Informatika.
Suyono, S. (2005). Patofisiologi Diabetes Melitus. In Penatalaksanaan
Diabetes Melitus Terpadu (pp. 1-15). Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
www.mathworks.com. (n.d.). Retrieved
Desember 18, 2009, from http://www.mathworks.com/access/helpdesk/help/toolbox/fuzzy/fp351dup8.
html.
Zadeh, L. A. (1994,
Maret). Fuzzy Logic, Neural Networks and Soft Computing. Communication of
The ACM , pp. 77-84.
No comments:
Post a Comment